|
JAKARTA (MI): Sekitar 69 juta orang Indonesia tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar. Sebanyak 55 juta orang juga tidak memiliki akses terhadap sumber air yang aman. "Karena itu, perlu kerja sama untuk memastikan bahwa perempuan dan anak-anak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak sebagai pemenuhan hak dasar mereka," kata Dr Gianfranco Rotigliano, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia, dalam siaran persnya terkait dengan peringatan Hari Air Sedunia dan pencanangan Tahun Sanitasi Internasional 2008, di Jakarta, kemarin. Rotigliano juga menyebutkan, sebanyak 100 ribu anak berusia di bawah tiga tahun meninggal setiap tahun di Indonesia karena diare. Bahkan kini, diare menjadi penyebab kematian anak-anak kedua terbesar di negara berkembang setelah infeksi saluran pernapasan akut. UNICEF memperkirakan sekitar 2,6 miliar orang di seluruh dunia termasuk 980 juta anak tidak memiliki toilet di rumah. Kekurangan sarana sanitasi dasar itu telah mencapai titik yang kritis dengan adanya 5.000 anak di bawah usia lima tahun (balita) yang meninggal setiap hari karena penyakit diare. Hanya 70% Sementara itu, akses air bersih di Indonesia hanya dinikmati tidak lebih dari 70% masyarakat Indonesia. Sebab itu, peringatan Hari Air Sedunia harus dijadikan momentum segenap pihak untuk memahami permasalahan serius mengenai air. Demikian diungkapkan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada acara pembukaan pameran dan seminar Hari Air Dunia 2008 yang diperingati pada 22 Maret pencanangan Tahun Sanitasi Internasional 2008, di Gedung Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta, kemarin. Djoko mengungkapkan, saat ini lebih dari 2 miliar orang (sekitar 30% penduduk dunia) yang tersebar di 40 negara mengalami permasalahan kekurangan air, dan sekitar 2 juta ton per hari limbah dibuang ke perairan umum. Di Indonesia, kata Djoko, akses air bersih hanya dinikmati tidak lebih dari 70% masyarakat Indonesia. Sisanya dari masyarakat Indonesia mendapatkan air dari sumber air yang tidak jelas. Hal itu menjadi ancaman serius, katanya, bagi kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak, yang ini dibuktikan dengan angka kematian bayi akibat diare yang hampir mencapai 100 ribu bayi per tahun. "Karena itu, peringatan ini bukanlah sekadar perayaan sesaat. Namun hendaknya menjadi momentum bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk melakukan penyelamatan berbagai sumber air, pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan, serta pengendalian daya rusak air," ujarnya. Penyelamatan itu, katanya, dapat dilakukan dengan mengingatkan semua pihak, serta menyelamatkan air dari bahaya pencemaran. Khususnya yang berasal dari limbah, sampah, dan buangan lainnya. Selain itu, ujar Djoko, dalam waktu dekat Departemen Pekerjaan Umum (PU), juga akan terus mengintesifkan gerakan penyelamatan air yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dua tahun lalu, secara massal. "Pada awal April nanti, Departemen PU bersama Departemen Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan pemerintah daerah setempat, akan melakukan perbaikan penyelamatan air, di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Keduang, sebagai sub DAS Bengawan Solo," kata Djoko. Djoko menambahkan, perbaikan penyelamatan lingkungan di DAS itu, jika berhasil, akan dilanjutkan ke luar DAS Bengawan Solo, kemudian DAS-DAS di Pulau Jawa, dan akhirnya di DAS-DAS di luar Pulau Jawa. Pada kesempatan itu, Djoko juga mengharapkan, melalui pameran, diharapkan informasi tentang kebijakan, pelaksanaan kegiatan, dan pengelolaan air bisa diperoleh masyarakat umum secara detail dan komprehensif. "Pameran itu sekaligus juga bisa menjadi wahana untuk penyebarluasan informasi, perluasan jejaring di antara para stakeholder, serta ajang temu bisnis dari berbagai bidang usaha hilir hingga hulu dalam pengelolaan air, termasuk air minum dan sanitasi," paparnya.(Dik/Ant/H-2) Post Date : 28 Maret 2008 |