|
Jakarta, Kompas - Selama enam bulan terakhir, pasokan air di RW 001, 004, dan 005 di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, terganggu. Sebagian warga sama sekali tak mendapatkan pasokan air, sebagian lagi menerima air yang tidak layak pakai. ”Padahal, pipa baru dipasang enam bulan lalu, tetapi pasokan air sudah terhenti. Kalaupun mengalir, airnya keruh dan bau busuk sehingga tak bisa dipakai untuk memasak, minum, atau mandi. Seperti tercampur air got,” kata Sunarno (38), Ketua RT 007 RW 004, Kapuk Muara, Jumat (29/3), kepada Kompas. Naifnya, setiap bulan warga rutin menerima tagihan, seperti yang dialami Suryati (53), warga RT 008 RW 004 Kapuk Muara, yang harus membayar Rp 61.000 per bulan. Dalam surat tagihan, Rp 49.600 untuk pemakaian 13 meter kubik air serta menanggung biaya pemeliharaan meteran, biaya beban tetap, dan pajak yang totalnya sekitar Rp 12.000. Sementara warga tetap saja harus membeli air dari pedagang keliling rata-rata Rp 3.000 per 40 liter air. Mereka juga harus pergi ke toilet umum untuk mandi dan buang air besar atau menyedot air dari sumur-sumur air tanah dangkal yang air tanahnya berwarna kekuningan dan payau. Warga berkali-kali mengadu ke PT Palyja selaku operator ataupun pemerintah daerah melalui kelurahan, kecamatan, hingga pejabat di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetapi pasokan air tetap terganggu. Belum ada solusi dalam enam bulan terakhir. Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibilities Head Palyja, mengakui ada gangguan pelayanan di area tersebut. Hal ini terjadi karena adanya perbaikan jaringan pipa dan pembangunan pompa pendorong. ”Izin pembangunan booster pump dari Tubagus Angke masih belum keluar dari Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta. Air dari sana yang akan kami alirkan kepada warga,” katanya. Soal perbaikan jaringan, pihak Palyja mengaku sudah menyosialisasi kepada warga dan mengirim pemberitahuan kepada Gubernur DKI Joko Widodo. Menunggu perbaikan selesai, Palyja melayani pasokan air bersih dari truk tangki. ”Namun, warga Kapuk Muara sering tidak mau menerima air bersih dari mobil tangki karena susah pembagiannya,” katanya. Soal biaya abonemen, kata Meyritha, pelanggan yang tidak menerima pasokan air selama tiga bulan berturut-turut bisa bebas dari pembayaran. Pihaknya belum menjelaskan mengapa warga Kapuk Muara harus membayar beban meski pasokan terganggu, bahkan sebagian warga tak menerima suplai sama sekali. Kemarin Kompas menghubungi Kepala Dinas PU Pemprov DKI Manggas Siahaan, tetapi tidak mendapatkan jawaban meski terdengar nada sambung di telepon selulernya. (MKN/NDY) Post Date : 01 April 2013 |