LAPORAN Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentang pencapaian millenium development goals (MDGs) 2010 menyebutkan, proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak tahun 2009 baru mencapai 51,19 persen. Dengan jumlah itu, bisa diperkirakan hampir 50 persen anak-anak Indonesia tumbuh dalam rumah tangga belum memiliki akses sanitasi layak.
Direktur Jenderal Cipta Karya, Budi Yuwono, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), pada acara Pembukaan Jambore Sanitasi 2011, di Jakarta, Senin (20/6) mengatakan, hampir separuh anak Indonesia terancam tumbuh kembang akibat sanitasi buruk. Laporan Economic Impact of Sanitacion in Indonesia menyatakan, sanitasi buruk menjadi penyumbang bagi meningkatnya penyakit diare dan anak-anak menjadi korban terbanyak. Atau sekitar 100 ribu kematian balita, 30 persen terkena diare karena sanitasi buruk. Angka ini bahkan lebih banyak dari masalah gizi buruk pada balita.
Sanitasi buruk juga menyebabkan Indonesia mengalami sekitar 120 juta kasus penyakit dan 50 ribu kematian dini setiap tahun.
Ketua II Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), Ratna Djoko Suyanto mengungkapkan, sanitasi buruk akan memengaruhi tumbuh kembang anak. Anak sebagai titik sentral yang memiliki kemampuan tinggi. Anak akan menjadi contoh dan pengaruh di lingkungan keluarga. "Jika tumbuh kembang terhambat, tidak akan baik ke depan," kata Ratna.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak mengatakan, Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap pembangunan sanitasi. Pada sidang umum PBB akhir Juli 2010, Indonesia menjadi salah satu dari 122 negara yang menetapkan sanitasi sebagai hak asasi manusia. "Indonesia juga termasuk ke dalam 189 negara pendukung deklarasi milenium yang menetapkan sanitasi sebagai sasaran MDGs 2015."
Menurut Hermanto, pembangunan sanitasi permukiman di Indonesia, bukanlah masalah infrastruktur semata, juga perilaku. Salah satu perilaku buruk yang sering terjadi pada masyarakat adalah pembuangan limbah langsung ke badan air yang menyebabkan 76,3 persen dari 53 sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar bahan organik. Lalu, 11 sungai utama juga tercemar amonium. Laporan Economic Impact of Sanitation in Indonesia memperkirakan, biaya pemulihan pencemaran air mencapai Rp13,3 triliun per tahun, hampir sama dengan APBN sanitasi untuk lima tahun. "Ini tidak sepadan. Masyarakat harus menghentikan pencemaran air dan membangun perilaku yang peduli terhadap sanitasi."
Dalam kegiatan ini, PU, melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya menyelenggarakan Jambore Sanitasi 2011 pada 20-25 Juni 2011 di Jakarta.
Kegiatan diikuti 198 peserta pelajar SMP dan 66 pendamping dari 33 provinsi di Indonesia. Dengan tema Sanitasi dan Kualitas Anak Indonesia, Jambore Sanitasi tahun ini menekankan sanitasi penting sebagai hak dasar setiap anak Indonesia. Vien Dimyati
Post Date : 21 Juni 2011
|