Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk

Sumber:tempo.co - 23 Mei 2013
Kategori:Air Minum

Indonesia salah satu negara dengan layanan air bersih yang paling buruk di dunia. Padahal, Indonesia memiliki 6 persen dari total sumber daya air tawar di bumi yang tersimpan dalam bentuk air danau, sungai, waduk, dan curah hujan yang tinggi. 

Direktur Eksekutif Asia Pacific Centre for Ecohydilogi UNESCO-LIPI, Prof. Hery Harjono mengatakan, sebanyak 20-30 persen layanan air bersih lebih banyak dinikmati oleh penduduk perkotaan. Sedangkan secara nasional, akses masyarakat terhadap air bersih belum mencapai 50 persen.

"Masih jauh dari target dalam MDGs (Millenium Development Goals) dimana target 50 persen masyarakat bisa memperoleh air bersih," kata dia dalam seminar Air dan Keanekaragaman Hayati, di Bogor, Rabu 22 Mei 2013.

Sebagian besar sumber air bersih di Indonesia mengandalkan air tanah, air hujan, air sungai, dan danau. Sekitar 97,5 persen sumber air bersih didapat dari air laut, lalu dari air tawar 2,5 persen, air es 68 persen, dan air tanah 30 persen.

Di kota-kota besar rata-rata kebutuhan air per orang sebanyak 150 liter per hari. Bahkan, untuk membuat satu cangkir kopi saja dibutuhkan 140 liter air dan untuk memproduksi satu unit komputer dibutuhkan air sebanyak 20 ribu liter.

Ia menjelaskan, kehidupan manusia dan makhluk hidup lain tidak terlepas dari keberadaan air. Kesulitan akses ke sumber daya air dapat menimbulkan kepunahan. Karena itulah, tidak hanya dibutuhkan pendekatan sains dan teknologi untuk mendayagunakan sumber air, namun pendekatan budaya terkait perilaku manusia dalam menggunakan air bersih.

Sayangnya, lebih dari 90 persen sumber daya air tawar di Indonesia digunakan untuk pertanian. Padahal, menurutnya, yang terpenting adalah akses air bersih untuk masyarakat miskin. Sebab, masyarakat miskin masih kesulitan mendapatkan akses air bersih secara komersial. "Kalau tidak ada akses air bersih maka bisa dipastikan kesejahteraan dan kesehatan mereka kurang," katanya.

Ahli Peneliti Utama dari LIPI, Sulastri menyarankan, pentingnya zona konservasi yang mewakili tipe perairan, mendorong pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengurangi beban pencemaran ke perairan. "Juga perlu ada pengembangan domestikasi sumber daya ikan untuk pemulihan stok," kata dia.



Post Date : 23 Mei 2013