|
Laki-laki itu bernama Asmudi (50 tahun). Hari itu ia memakai baju putih hasil dari kampanye wakil rakyat. Ia juga memakai helm putih untuk melindungi kepalanya dari sengatan matahari. Siang itu, sekitar pukul 10.00 WIB, ia mengisi jeriken-jeriken birunya yang dibariskan teratur di atas gerobak. Setelah 16 jerikennya terisi penuh, ia lalu membayar Rp 8.000 kepada pemilik keran air, lalu menuju ke rumah- rumah warga yang telah menjadi langganannya selama puluhan tahun. Ia berjalan memasuki lorong kecil sambil memikul jeriken berisi 30 liter air. Warga Tanah Merdeka, Cilincing, Jakarta Utara, yang kesulitan mendapatkan air bersih menggantungkan hidupnya pada profesi Asmudi. Ia pun mengais rezeki dari kondisi warga Cilincing yang bertahun-tahun kesulitan air. Awalnya, ia berjualan di Lagoa selama 20 tahun. Berangsur-angsur saat warga di sana sudah tidak membutuhkan air pikulan lagi, ia pun ke Cilincing. Kini, ia telah berjualan di sana selama 10 tahun. Salah satu warga, Purwati mengatakan bahwa Asmudi telah menjadi penyedia air bersih untuknya selama bertahun-tahun. Warga di sana pun tak mempunyai banyak pilihan. Kesulitan air menjadi fakta yang mereka hadapi bertahun-tahun tanpa ada solusi yang komprehensif. Ahli hidrologi Universitas Indonesia Firdaus Ali mengatakan, Jakarta memerlukan sekitar 26.938 liter air per detik, namun yang tersedia hanya 17.700 liter air per detik. Hampir 10 ribu liter per detik defisitnya. Angka defisit ini diperkirakan akan meningkat menjadi 19.000 per detik pada 2020. Firdaus menuturkan Jakarta sudah mengalami krisis air bersih sejak 18 tahun yang lalu dan semakin hari kon- disinya semakin parah. "Setiap orang dewasa di Jakarta memerlukan 184 liter per hari," kata dia. Firdaus yang juga Ketua Dewan Sumber Daya Air DKI Jakarta mengungkapkan masalah krisis air di Ibu Kota merupakan masalah yang kompleks. Terlebih, pemegang kendali air di 13 sungai yang berada di DKI Jakarta bukan berada di tangan Pemprov DKI. "Seharusnya, untuk menghasilkan air baku yang cukup, pemerintah harus menjaga keamanan airnya," ujar dia. Selain itu, pemerintah seharusnya dapat menjamin kualitas dan kuantitas air agar terbebas dari limbah. Dengan demikian, pada musim kemarau masyarakat tidak mengalami kekurangan air. Selama ini, untuk air yang disalurkan melalui perusahaan air hanya melayani 36 persen warga Jakarta. Sedangkan, penduduk lainnya masih meng gunakan air tanah. Padahal, air tanah kualitasnya juga terus menurun Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengakui ada penurunan tanah secara konstan sebesar 2,8 cm tiap tahun di Jakarta. "Tanah di Jakarta memang mengalami penurunan," kata Jokowi. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena air baku cadangan bawah tanah terus digunakan sehingga ada cekungan-cekungan di tanah Jakarta. Jokowi mengatakan dengan dibangunnya sumur serapan, penggunaan air tanah bisa diminimalisasi sehingga penu- runan tanah pun bisa diperkecil. "Cuma sekarang warga terpaksa pakai air tanah karena alternatifnya tidak ada," katanya. Dia menambahkan bahwa sebenarnya kondisi air di Jakarta melimpah, hanya saja belum dilakukan manajemen yang baik. "Kita juga bisa 10-20 tahun (mendapatkan) cadangannya. Hanya saja air di Jakarta tidak dikelola dengan baik," katanya. Belum lama ini ia menjanjikan gedung apa pun di Jakarta yang tidak membuat sumur serapan akan dikenai sanksi. Sanksinya bisa berupa penutupan gedung atau mencabut izin membangun bangunan (IMB) untuk gedung tersebut. Jokowi menegaskan pembuatan sumur serapan wajib hukumnya untuk bangunan yang sudah dan akan dibangun. Semakin besar koefisien luas bangunan (KLB) maka semakin dalam pula sumur resapan yang harus dibuat. Semakin kecil gedungnya maka makin kecil sumur resapannya. Jokowi menjanjikan perbandingan KLB dengan kedalaman sumur akan selesai dalam waktu satu bulan. "Saya sudah minta detailnya per meter harus buat berapa, satu bulan ini selesai," katanya, pekan lalu. Jokowi sendiri menggalakkan prog - ram pembuatan 20 ribu sumur serapan di Jakarta demi mengantisipasi banjir dan membuat cadangan air bawah tanah Jakarta. (wulan tunjung palupi) Post Date : 29 April 2013 |