|
SETU - Warga Desa Burangkeng, Ke camatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menuntut agar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng agar segera dipindahkan karena telah mencemari lingkungan dan mengganggu warga sekitar. Hingga kini, warga masih memblokir TPA itu dari truk sampah. Dwi Rahma (30 tahun), warga sekitar TPA Burangkeng, mengatakan, sejak adanya tempat pembuangan sampah (TPS) itu lingkungan menjadi terganggu, seperti air tanah yang tak lagi bisa dikonsumsi karena warnanya berubah menjadi kuning, bahkan hitam. Lahan persawahan yang berada di sekitarnya pun ikut tercemar. "Airnya kan sudah tercemar, kualitas berasnya juga jadi turun. Kalau panen, hasilnya gak bagus. Gakenak berasnya," kata Dwi ke pada Republikaketika ditemui di rumahnya, Kamis (13/3). Selain itu, tinggi tumpukan sampah di TPA Burangkeng yang mencapai hampir 20 meter dikhawatirkan dapat longsor, apalagi TPA itu tak dipagari tembok. Dwi kebetulan mempunyai empat empang dekat kali dan TPA. Warga sekitar sebelumnya juga telah melakukan demo berharap agar TPA tersebut segera dipindahkan. TPA Burangkeng memang berada di sekitar permukiman yang dihuni 2.000 warga. Di sekitar TPA seluas 15 hektare itu terdapat lahan persawahan seluas hampir lima hektare. TPA Burangkeng yang berdiri sejak 1997 ini merupakan TPA bagi 182 desa di lima kelurahan, seperti Kelurahan Jatimulya, Wanasari, dan Babelan. Aroma tak sedap dari tumpukan sampah membuat warga sekitar pusing dan mual. Bau pun semakin menyengat ketika turun hujan. Karena air tanah tak lagi bisa dipakai, warga sekitar harus membeli air seharga Rp 4.000 per galon. Keluhan warga bertambah dengan banyaknya truk sampah yang menuju ke TPA. Menurut Mak Emi (75), warga setempat, truk sampah yang melintasi jalan depan rumahnya terkadang merusak atap rumah warga. "Atapnyakan pendek, kalau truk lewat, suka nyenggol," katanya. Setiap hari, antrean truk yang akan membuang sampah ke TPA hampir mencapai satu kilometer sehingga menyebabkan sampah yang dibawa truk sering kali tercecer dan menimbulkan aroma tak sedap di sepanjang jalan me nuju TPA Burangkeng. Kesal dengan kon disi TPA itu, Senin (11/3), sekitar 200 warga menutup jalan menuju TPA Bu rangkeng. Akibatnya, truk yang bia sa nya membuang sampah di TPA tersebut ter paksa berbalik arah. Penutupan TPA masih berlangsung hingga kemarin (13/3). Kepala Desa Burangkeng Nemin mengatakan, TPA Burangkeng memang tidak dikelola dengan baik. "TPA itu tidak mempunyai instalasi pengolahan air limbah. Pengelolaannya juga tidak baik. Ya, wajar kalau warga menuntut diperbaiki," kata Nemin ketika ditemui di kantornya. Menurutnya, air tanah di sekitar TPA tersebut belum pernah diuji baku mutunya. Selain itu, kesehatan warga sekitar juga tidak diperhatikan sehingga ia menilai wajar apabila warga menuntut kompensasi dan pemindahan TPA. Ia berharap agar kondisi TPA Burangkeng segera diperbaiki dengan dipasang sistem instalasi pengolahan air limbah dan pengelolaan yang baik. Keberadaan TPA Burangkeng juga telah membawa dampak buruk bagi pro perti warga. Harga tanah dan lahan di desa tersebut tidak lagi diminati. Nemin mengatakan, keberadaan TPA tersebut mematikan harga tanah sekitar. "Tahun ini kanharga tanah rata-rata Rp 300 ribu per meter. Tapi di sekitar TPA, tanah harganya cuma Rp 75 ribu per meter. Lhasiapa yang mau tinggal di kawasan yang bau," ujar Nemin. Ia menyimpulkan, secara ekonomi kawasan tersebut dirugikan. Agar harga tanah di sekitar tidak terus turun, Nemin berharap pemerintah dapat membangun kawasan industri di daerah tersebut. (rahmad budi harto) Post Date : 14 Maret 2013 |