|
Jakarta, Kompas - Program modifikasi cuaca oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dihentikan. Potensi banjir masih ada akibat tingginya curah hujan di Jakarta. Hal itu dikemukakan Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Heru Widodo, Minggu (10/3), di Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan program modifikasi cuaca di Jakarta pada 26 Januari-27 Februari 2013. Modifikasi cuaca juga ditempuh di kawasan Gunung Merapi dan Sungai Bengawan Solo pada 3-4 Maret 2013. Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, modifikasi cuaca di Merapi dan Bengawan Solo dilakukan guna mengurangi potensi banjir lahar dingin dan luapan Sungai Bengawan Solo. ”Program modifikasi cuaca selama 34 hari menghabiskan garam dapur 205,8 ton, membakar 486 batang flare dari lokasi GPG (Ground Particle Generator) sistem flare dan GPG sistem larutan selama 158 jam,” katanya. Menurut Sutopo, program modifikasi cuaca ditempuh dengan 67 sorti penerbangan. Rinciannya, 45 sorti menggunakan pesawat Hercules dan 22 sorti menggunakan pesawat CASA. Antisipasi banjir dengan teknologi modifikasi cuaca kerap terlambat. Heru mengatakan, pada 13 Januari 2013 timnya sudah menyampaikan perlunya antisipasi banjir di Jakarta. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menyanggupi program antisipasi itu sehingga terjadi banjir pada 17-18 Januari 2013. ”Prediksi cuaca di daerah tropis lebih kompleks. Tapi, modifikasi cuaca untuk antisipasi banjir masih bisa ditempuh,” kata Heru. (NAW)Post Date : 11 Maret 2013 |