|
Sejak baheula, Kabupaten Lamongan merupakan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Nelayan di daerah itu mampu melarungi lautan bersaing dengan nelayan dari wilayah lain. Mereka juga mampu leluasa beroperasi di daerah sendiri yang memiliki panjang garis pantai mencapai 47 kilometer. Di darat, Lamongan mendapat tambahan besar dari kegiatan perikanan budi daya. Pasokan lainnya berasal dari perairan umum, seperti danau, waduk, sungai, rawa, dan genangan air lainnya. “Tahun lalu, produksi ikan dari Lamongan total mencapai 109.511 ton,” kata Bupati Lamongan Fadeli, pekan lalu. Jumlah itu meningkat jika dibandingkan dengan 2011, yang total produksinya mencapai 107.919 ton. Hasil tersebut juga naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 98.520 ton. Pertumbuhan produksi itulah yang membuat banyak warga menggeluti usaha pengolahan produk perikanan skala rumah tangga. Mereka membuat abon ikan dan otak-otak. Rumah lain mengemas kerupuk ikan, tiktik, dan krispi ikan. Namun, sebanyak apa pun rumah tangga pengolah ikan, Bupati Fadeli mencatat kerja keras warga itu tidak mampu menyerap seluruh produksi. Bahkan, ketika pengolah skala rumah tangga digabung dengan pengemas kelas industri, mereka hanya bisa memanfaatkan 30% dari total produksi. Banyak ikan akhirnya hanya dijual begitu saja, tanpa nilai tambah, tanpa kemasan, serta tidak ada sentuhan dan pengolahan. Sejumlah industri bukan tidak melirik usaha pengawetan dan pengolahan ikan di Lamongan. Fadeli mengaku sudah banyak pemilik modal yang berminat masuk ke wilayahnya. Sayang, keinginan itu terkendala ketika para investor mempertanyakan soal suplai air bersih sebagai modal utama industri pengolah dan pengawetan ikan. Kebutuhan yang sama juga disampaikan banyak industri besar yang sudah masuk dan membangun pabrik. “Pasokan air bersih sangat vital bagi mereka. Kami harus memfasilitasi pengadaannya,” tutur bupati yang menerima penghargaan Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terbaik dari Gubernur Jawa Timur Soekarwo pada Maret lalu itu. Air baku Potensi untuk mendapatkan air bersih juga masih terbuka luas. Ada aliran Sungai Bengawan Solo yang bisa dijadikan air bakunya. Potensi tersebut akan makin besar jika Bendung Gerak Sembayat selesai dibangun di Kabupaten Gresik pada 2015. Saat waduk yang mampu menampung 7 juta meter kubik air itu beroperasi, Lamongan bakal memiliki areal industri pengawetan di sepanjang 67 kilometer dari Sungai Bengawan Solo. Saat itu, air baku yang bisa digunakan untuk pasokan air bersih bisa mencapai 30 juta meter kubik. Sebelumnya, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga sudah menangkap kebutuhan Lamongan akan air bersih. Kajian dan studi kelayakan pun digelar. “Ada tiga opsi untuk pembangunan jaringan air bersih di wilayah pantai utara ini,” papar Daulte Simatupang, pejabat fungsional pada Deputi Sarana-Prasarana Kerja Sama Pemerintah-Swasta Bappenas, beberapa waktu lalu. Pilihan pertama ialah mengambil sumber air baku dari Sedayulawas dan Rawa Jabung yang lokasinya sejauh 15 kilometer dengan kapasitas mencapai 214 liter per detik. Biaya investasi diestimasi mencapai Rp149,4 miliar. Dari sana, air bersih akan mengalir untuk industri dan rumah tangga di Kecamatan Paciran, Brondong, Laren, dan Solokuro. Opsi kedua dengan investasi sekitar Rp230,9 miliar ialah memanfaatkan sumber air baku dari Bengawan Solo yang memiliki kapasitas 326 liter per detik. Air bersih akan mengaliri tujuh kecamatan di Lamongan. Opsi terakhir juga memanfaatkan air baku Bengawan Solo dengan debit 326 liter per detik dan biaya investasi Rp385,7 miliar. Tidak tanggung-tanggung, kebutuhan air bersih di 15 kecamatan bisa terpenuhi. “Pembangunan jaringan dan distribusi air bersih sangat penting karena wilayah pantai utara Lamongan sudah menjadi kawasan industri yang butuh pasokan air bersih. Apalagi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong juga akan ditetapkan sebagai kawasan minapolitan perikanan tangkap,“ tambah Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Lamongan Djoko Purwanto. Investor Singapura Persoalan berikutnya ialah mengundang investor untuk menanamkan modal membangun jaringan dan distribusi air bersih. Guna menarik investasi itulah Bupati Fadeli hadir dan memberi paparan pada Infrastructure Fast Track Seminar Series (IIFTSS) di Jakarta, 26-27 November 2012. Upaya itu mulai membuahkan hasil. Sebuah perusahaan asal Singapura, International Enterprise, datang menemui Fadeli pekan lalu. “Kami tertarik menanamkan modal untuk pembangunan jaringan air bersih dan distribusi dengan investasi sekitar Rp150 miliar. Pemkab Lamong an sudah bersedia menanggung biaya pembebasan lahan sebesar Rp3,75 miliar,” papar Direktur International Enterprise Florence Loh, seperti dikutip Fadeli. Proyek tersebut akan menyediakan kebutuhan air minum 200 liter per detik. Di kelas rumah tangga, proyek itu akan melayani 41% dari total 167 ribu jiwa warga di sana. Pengelolaan dan distribusi air akan diserahkan kepada dua perusahaan, yakni Perusahaan Daerah Air Minum yang akan melayani industri dan Himpunan Penduduk Pengguna Air Minum untuk kebutuhan rumah tangga. Sumber air bakunya berasal dari aliran Sungai Bengawan Solo, yang diambil dari sodetan di Sedayulawas dan Waduk Rawa Jabung. “Jika air sudah mengalir, harapan baru akan moncer di pesisir utara,” tandas Fadeli. M AHMAD YAKUB Post Date : 13 Mei 2013 |