|
Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) masih menjadi
budaya masyarakat Indonesia. Bahkan, Indonesia menempati peringkat kedua
tertinggi setelah India dalam perilaku BABS. Kesulitan mengakses air bersih dan
keterbatasan sistem sanitasi sering menjadi permasalahan budaya BABS di
pedesaan.
Namun, perilaku BABS juga masih terjadi perkotaan yang
modern bahkan dikelilingi oleh gedung-gedung bertingkat. Hal tersebut
diungkapkan oleh Lilik Trimaya dari Unicef Water, Sanitation, Hygiene (WASH)
Program.
"Jika banyak pandangan masyarakat bahwa perilaku
BABS ini banyak terjadi di pedesaan, namun nyatanya masyarakat di perkotaan
juga masih melakukan hal tersebut. Jakarta termasuk salah satu daerah paling
parah untuk masalah ini," kata Lilik.
Bantaran sungai menjadi lokasi sasaran masyarakat
untuk perilaku BABS ini di perkotaan. Walaupun masih banyak tempat yang layak
untuk melakukan buang air besar, tapi banyak pula masyarakat yang masih memilih
sungai menjadi tempat membuang tinja.
Tanpa disadari, sungai tersebut sering digunakan oleh
anak-anak untuk mandi dan melakukan hal lainnya, seperti berenang.
Bakteri-bakteri yang tercampur dengan air sungai akan mudah masuk ke dalam
tubuh anak dan menimbulkan risiko penyakit.
"Setidaknya ada dua bahaya yang bisa menimpa
anak-anak. Pertama, yaitu penyakit diare dan pneumonia yang sebagian besar
menjadi penyebab kematian balita di Indonesia. Yang kedua, anak-anak bisa
mengalami masalah stunting, di mana tinggi badan tidak sesuai dengan umur
anak," ungkap Lilik.
Menurut Lilik, anak- anak yang masih dalam masa
pertumbuhan membutuhkan gizi yang baik yang dipenuhi dengan kualitas air bersih
dan praktik sanitasi yang baik. Namun, nyatanya kebutuhan tidak tercukupi maka
anak lebih rentan terkena penyakit. Perilaku BABS dan sanitasi buruk juga memperbesar resiko
terganggunya fisik anak sehingga tidak optimal pada usianya. Masalah
kekerdilan pada anak juga mempunyai efek jangka panjang yang mempengaruhi
mereka, baik secara fisik maupun ekonomi dan sosial.
Hal tersebut juga dibuktikan dengan hasil survei Levels
& Trends in Child Mortality tahun 2014, lebih dari 370 anak berusia balita
meninggal di Indonesia setiap harinya. Ancaman kesehatan tersebut membuat
UNICEF lebih peduli dan mendukung program pemerintah mengenai sanitasi dengan
meluncurkan Kampanye Tinju Tinja untuk memerangi perilaku BABS.
Kampanye berbentuk multimedia tersebut menggandeng artis
sekaligus aktivitis, Melanie Subono untuk menjadi ambasador kampanye ini.
Peluncuran kampanye ini dilakukan pada Rabu (19/11/14), bertepatan dengan World
Toilet Day dan Konvensi Hak-hak Anak ke-25.
Sebelumnya kampanye ini diawali dengan penayangan teaser
pada bulan November dengan memanfaatkan media sosial, seperti Twitter, Youtube
dan forum Kaskus. Kampanye ini cukup unik dengan menggambarkan sosok Ninja
Tinja yang kemunculannya menjadi teror bagi kesehatan anak-anak dan harus
dikalahkan dengan tinju. Melanie sendiri digambarkan sebagai pahlawan untuk
membantu anak-anak menghadapi Ninja Tinja tersebut. Post Date : 20 November 2014 |