Menteri Pekerjaan Umum
Djoko Kirmanto mengatakan pencemaran air di Indonesia disebabkan kesadaran
masyarakat atas sanitasi masih rendah. Mengutip data United Nations Children's
Fund (UNICEF), 26 persen penduduk Indonesia masih buang air besar di tempat
terbuka pada 2011.
Dua tahun lalu Ibu Negara Kristiani Herawati mengatakan 30 persen
masyarakat memiliki kebiasaan membuang hajat sembarangan,
paling besar di sungai
Prediksi itu dikuatkan data tingkat pencemaran air di 53 sungai di Sumatera,
Jawa, Bali dan Sulawesi. Pencemaran air oleh bahan organik mencapai 76 persen.
Menurut Djoko 11 sungai utama tercemar ammonium yaitu zat yang dibuang dari
tubuh manusia lewat air kencing. "Air dari sungai utama ini digunakan
sebagai sumber bahan baku untuk air minum," kata Djoko dalam Jambore
Sanitasi Nasional 2013 di Jakarta, Senin, 24 Juni 2013.
Akibatnya, diperlukan ongkos lebih besar untuk penjernihan dan pemulihan
kualitas air. Djoko mencontohkan untuk mengolah air bersih 1 meterkubik atau
setara 1.000 liter menjadi air minum dibutuhkan biaya Rp 2.000 hingga Rp 3.000.
Jika kualitas air menurun, biaya pengolahan bisa meningkat dua atau tiga kali
lipat. "Pembengkakannya bisa mencapai puluhan ribu."
Djoko menilai fenomena ini menggambarkan peningkatan sanitasi bukan sekadar
soal ketersediaan infrastruktur. "Dibutuhkan perubahan pola gaya hidup
sehat," ujarnya.
Kementerian Pekerjaan Umum menganggarakan Rp 3 triliun untuk program sanitasi
tahun ini. Program sanitasi itu di antaranya sistem perpipaan air limbah skala
kota di 8 kota, instalasi pengolahan lumpur tinja di 18 kota, dan perpipaan air
limbah skala kawasan di 811 lokasi.
Program lain yaitu pembangunan infrastruktur drainasi perkotaan di 55 kota,
tempat pemrosesan akhir sanitary landfill dan intermediat treatment facility di
74 kota. Pemerintah juga akan membuat tempat pemrosesan sampah terpadu 3R di 105
lokasi.
Post Date : 27 Juni 2013
|