|
Sampah dapur menumpuk di rumah Anda? Jangan dibuang, sebab sampah itu bisa disulap jadi uang. Seperti yang dilakukan oleh ibu-ibu di saung kompos Bumi Pertiwi II RW 14 Desa Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Bogor. Lewat Bank Sampah UNASA (Untung Nabung Sampah) mereka menjadikan sampah yang awalnya sia-sia kini jadi lebih bernilai ekonomis.
Berangkat dari keprihatinan akan sampah yang menumpuk di lingkungan sekitar, pada November 2012 Ketua Bank Samah UNASA, Isti Wahyuni mencoba merintis pengelolaan sampah mandiri yang dilakukan oleh warga.
Isti menjelaskan konsep Bank Sampah ini hampir mirip dengan bank pada umumnya. Hanya bedanya, jika di bank yang ditabung uang, di sini yang ditabung sampah.
"Ibu-ibu simpan sampah dapur mereka, setelah seminggu baru disetor. Biasanya ada sampai berkarung-karung," kata Isti kepada detikcom dalam acara peresmian Bank Sampah yang mengangkat tema "Dengan Semangat Kartini Kita Selamatkan Bumi" di Cilebut, Bogor, Minggu (21/4/2013).
Penyetor disebut sebagai nasabah, ada petugas yang akan mencatat jumlah sampah yang disetorkan. Namun, usai menyetor sampah, nasabah tidak bisa langsung mendapatkan uang.
"Harus tunggu seminggu sampai sampah yang mereka setor diambil sama petugas lapak. Setelah itu kita kalkulasi berapa sampah yang terjual, soalnya harga sampah berubah-ubah enggak tentu," ujar Isti.
Menurut Isti, sekali angkut petugas lapak bisa mendapatkan 100 kg sampah. Jenis sampah yang diangkut bermacam-macam, mulai dari botol plastik bekas minuman, kaleng, kertas dan lain-lain.
"Tapi kalau untuk bungkus plastik itu enggak bisa dijual, soalnya enggak bisa didaur ulang," ucap Isti.
Sampah bungkusan plastik bekas mie instan, kopi, pembersih lantai, dan minyak goreng akan diolah langsung oleh ibu-ibu di RW 14 ini. Sampah plastik ini akan dibuat menjadi kerajinan yang punya nilai ekonomis.
"Dibuat tempat pensil, tas, tempat tisu, bros, gantungan kunci terus kita jual pas pameran," ujar Isti.
Isti mengatakan harga barang-barang tersebut lumayan untuk menambah uang belanja. Harga produk tersebut mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 100.000. "Tergantung besar kecil dan jenis produknya. Tas biasanya yang agak mahal," kata Isti.
Di kesempatan yang sama, pembina Bank Sampah, Novi Eka Mulya mengatakan ada 4 keuntungan dari Bank Sampah ini. Pertama kesehatan lingkungan, warga jadi lebih peduli dengan sampah dan tidak buang sampah sembarang. Kedua, keuntungan sosial ekonomi yakni bisa mengajarkan nasabah untuk menabung. Ketiga bagi dunia pendidikan dan pelajar, bisa mengajarkan anak agar bisa lebih peduli dengan sampah mana yang bisa didaur ulang mana yang tidak.
"Terakhir bagi pemerintah, dalam 1 minggu ada petugas yang angkut sampah 2 kali. Tapi karena kita kelola bisa jadi 1 minggu sekali, TPS juga berkurang," kata Novi.
Novi mengatakan, penjualan produk tas dari daur ulang sampah ini sudah sampai ke Ambon, Medan, dan Sulawesi. Pemasarannya melalui pameran-pameran.
"Omset sebulan bisa Rp 2 juta," ujar Novi.
Post Date : 22 April 2013 |