|
15 persen dari atau 270.000 jiwa dari total 2 juta jiwa penduduk Kota Depok belum memiliki jamban alias sipiteng. Penyebaran itu pun hampir di 11 kecamatan yang ada di kota penyanggah ibukota itu. Akibatnya, para warga tersebut terpaksa menggunakan sungai, kali dan koya alias kolam buatan untuk wadah membuang limbah kotoran mereka. Ironisnya lagi mereka yang tidak memiliki spiteng itu merupakan warga miskin. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Lies Karmawati mengatakan data jumlah warga yang belum memiliki jamban itu di dapatkan setelah pihaknya mendata kesehatan lingkungan warga melalui program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di beberapa kecamatan. Dari data itu mereka mendapati 15 persen dari total penduduk itu pun belum memiliki jamban. Sehingga menyebabkan, warga menggunakan sungai, kali, atau koya sebagai alternatif pengganti septic tank. "Ya jumlah sebanyak 270 ribu jiwa warga miskin itu yang tidak punya sipiteng. Kebanyakan bermukim dipinggiran kali. Inilah yang mengganjal program PHBS. Kalau untuk jamban sudah bagus," tegasnya kepada, saat ditemui di Balaikota, Senin (7/7). Menurutnya, jumlah warga yang tidak punya sipiteng tersebut belum pernah berkurang sama sekali. Mereka pun sampai saat ini masih menggunakan sungai, kali dan koya untuk membuang kotoran. Karena itu pula pencemaran air tanah yang mengandung bakteri ecoli pun terus meningkat dipemukiman tersebut. Dari Dinkes sendiri menyebutkan mayoritas warga yang tidak memiliki sipiteng terdapat tersebar di Kecamatan Cipayung, Cimanggis, Tapos, dan Bojongsari. Para warga di tiga kecamatan tersebut menggunakan aliran sungai dan kali serta membuat koya untuk penampungan atau pembuangan limbah kotoran. Bahkan, pengentasan pembangunan sipiteng yang dilakukan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang dijadwalkan mencapai target pada 2013 selesai dilaksanakan tidak terwujud. Post Date : 08 Juli 2014 |