Program
Percepatan Pengembangan Sanitasi Permukiman (PPSP) di Kota Yogyakarta belum
berhasil. Salah satu penyebabnya adalah pembuatan sambungan limbah rumah atau
instalasi pembuangan air limbah (IPAL) yang tersendat.
Kabid
Permukiman dan Saluran Air Hendro Tantular mengatakan, kendala terbesar ada
pada pendanaan. “Masalah sanitasi ini berbeda dengan pendidikan, kalau
pendidikan sudah jelas besarnya anggaran 20% dari APBD. Akan tetapi untuk
sanitasi ini tidak,” kata Hendro kemarin. Dia mengaku pada tahun lalu ada
peningkatan anggaran. Namun di tahun ini anggaran justru menurun.
Hanya
pihaknya memahami ada hal lain yang juga membutuhkan anggaran. Hendro meminta
komitmen agar ke depan anggaran untuk sanitasi tidak nanggung. Dilihat dari
warga yang membayar retribusi hingga 2013, baru ada 12.800 sambungan limbah
rumah atau sekitar 12% dari jumlah penduduk. Padahal Kota Yogyakarta
mendapatkan jatah sebanyak 5.000 sambungan.
Hendro
menargetkan pada 2015 mendatang bisa mengejar ketertinggalan. Dana yang
diberikan dari pusat untuk satu sambungan, sebesar Rp4 juta. Dengan demikian,
untuk 1.000 sambungan yang harus diselesaikan tiap tahunnya dibutuhkan dana Rp4
miliar. Padahal biaya pemeliharaannya Rp3,3 miliar. Di Kota Yogyakarta ada
beberapa titik yang didanai oleh pusat, yaitu sepanjang Jalan Kenari dan Jalan
Babaran.
Sedangkan
masalah banjir yang sering timbul di Sungai Delik akan dipecah ke sungai-sungai
lain, misalnya Code dan Wirogunan. Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Zhuhrif
Hudaya mengatakan, pemkot perlu membuat road map. “Kalau saya lihat SKPD
(satuan kerja perangkat daerah) masih berjalan sendiri-sendiri untuk mengatasi
masalah sanitasi. Saya rasa perlu dibuat road map agar bisa dilihat tugas dari
masing-masing SKPD,” kata Zhuhrif.
Sementara
itu, terkait IPAL yang terpusat di Sewon berkapasitas 25.000 m3 dan Kota
Yogyakarta mendapat jatah 5.000 m3. Sayangnya, yang sudah dimanfaatkan baru
sedikit.
Post Date : 20 Juni 2013
|