|
Bagi sebagian orang, sampah merupakan hal yang sangat mengganggu. Dengan banyaknya sampah yang ada seperti saat ini pastinya dibutuhkan pengelolaan serta ide-ide kreatif yang dapat mengelola dan memanfaatkannya menjadi suatu barang yang memiliki nilai estetik dan materi. Adalah komunitas Green Carnival, yang terbentuk dari kondisi tersebut. Kreativitas serta terobosan yang mereka ciptakan, mengubah sampah yang awalnya tidak bernilai menjadi sebuah kostum yang memiliki nilai estetika dan materi. Dengan dibantu seorang desainer kostum, mereka membuat pola-pola kostum yang indah dan layak dipamerkan dalam tiap karnaval. Bahan-bahan pembuat kostum tersebut juga tidak susah untuk mereka dapatkan, sebab mereka memanfaatkan sampah baik itu sampah plastik, kardus dan sebagainya sebagai bahan dasarnya. “Bahan-bahan yang kita pakai untuk membuat kostum semuanya berasal dari sampah, kita awalnya hanya berpikir bagaimana mengubah sebuah sampah yang kini menjadi masalah lingkungan menjadi sebuah kostum yang indah,” ungkap Aris Saputra, Pembina Komunitas Green Carnival saat berbincang dengan Timlo.net, Kamis (11/4). Selain memanfaatkan bahan-bahan dari sampah, lanjut Aris, komunitasnya juga menanamkan kepada anak-anak untuk mencintai lingkungan. Diharapkan saat mereka besar nanti mereka dapat lebih peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. “Semua bahan yang kami butuhkan bisa kami dapatkan di lingkungan, mulai dari pasar hingga sampah rumah tangga. Bahkan ada ibu-ibu yang kemudian membuat bank sampah di sekitar rumahnya. Dia berpesan pada tetangganya agar tidak membuang sampah tapi mengumpulkannya. Setelah terkumpul dia ke rumah-rumah dan mengambil sampah yang sudah dikumpulkan oleh tetangganya,” urainya. Aris juga mengatakan, komunitasnya saat ini beranggotakan sekitar 30 orang. Setiap minggu mereka mengadakan workshop tentang pembuatan pola kostum, musik pengiring karnaval sampai pada gerak saat karnaval tersebut. ”Dalam workshop kami juga membekali mereka tentang pembuatan kostum. Namun, pola awal kostum diciptakan oleh anak-anak itu sendiri berdasarkan imajinasi mereka, lalu disempurnakan oleh kami,” tuturnya. Sementara itu, desainer pembimbing Komunitas Green Carnival, Listyawati Tri Indyah mengatakan dalam membimbing anak-anak menyempurnakan pola kostum memang dibutuhkan kesabaran. Namun, dibalik itu dirinya berharap akan timbul kreativitas serta kesadaran dalam diri anak-anak tersebut. “Prosesnya memang agak lama, selain dari segi mendapatkan bahan yang sesuai untuk membuat kostum juga karena mereka masih membutuhkan banyak bimbingan. Namun, meski begitu saya senang dan berharap suatu saat mereka sadar terhadap lingkungan dan timbul kreativitas untuk menciptakan pola kostum yang lebih menarik,” harapnya. Post Date : 12 April 2013 |