|
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Jakarta Utara berencana melipatgandakan jumlah sumur resapan tahun ini. Selain mengurangi risiko genangan, keberadaan sumur resapan ini diharapkan menambah cadangan air tanah.
Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono, Minggu (6/4), mengatakan, penambahan sumur resapan merupakan salah satu langkah mendukung penghentian izin baru penyedotan air tanah di Jakarta Utara tahun 2015. Upaya lain yang ditempuh adalah bekerja sama dengan operator dan instansi terkait untuk meningkatkan cakupan air bersih melalui perpipaan. Pemerintah kota, lanjut Heru, melayangkan surat ke Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta pekan lalu. Isinya memohon tambahan sumur resapan yang dibangun tahun ini hingga kisaran 300-500 sumur. ”Dinas Perindustrian (DKI Jakarta) menargetkan pembuatan 2.000 sumur resapan tahun ini. Kami berharap 500 sumur di antaranya dibuat di Jakarta Utara, khususnya di daerah rawan genangan,” kata Heru. Lokasi yang diusulkan antara lain di kanan kiri Jalan Yos Sudarso yang kerap tergenang, seperti di daerah Kelapa Gading dan Sunter. Selain itu, Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Pegangsaan Dua, yang saluran airnya dinilai kurang baik, serta wilayah Koja dan Cilincing yang rawan banjir. Menurut Pelaksana Tugas Kepala Suku Dinas Perindustrian dan Energi Jakarta Utara Chairil Anwar, Jakarta Utara hingga kini baru memiliki 40 sumur resapan yang tersebar di enam kecamatan. Kedalamannya 60 meter dengan diameter lubang 6 inci. Pembuatan sumur resapan menjadi kewenangan Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta. Suku Dinas Perindustrian dan Energi Jakarta Utara melayangkan surat permohonan penambahan sumur. Evaluasi cakupan
Pemerintah Kota Jakarta Utara berencana menghentikan izin pengambilan air tanah mulai tahun 2015. Penyedotan air tanah dinilai berlebihan dan berdampak buruk pada lingkungan, antara lain penurunan muka tanah yang memicu banjir dan genangan. Sementara penerimaan pajak dianggap tak signifikan. Menurut Heru, pihaknya telah melayangkan surat kepada dua operator air bersih, yakni PT Pam Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta, terkait rencana itu. Surat juga berisi permintaan untuk menambah area cakupan perpipaan. Penghentian izin pengambilan air tanah akan diberlakukan di wilayah yang sudah terlayani air bersih perpipaan. Menurut Heru, survei akan digelar bersama operator dan badan lingkungan hidup. ”Jangan ada lagi permainan dengan mengaburkan izin dan jumlah pengambilan air, lalu bermain mata dengan oknum petugas. Aturannya tegas dan pemerintah tidak lagi memungut pajak air tanah. Indonesia Water Institute memperkirakan, hingga 2012, cakupan air bersih diperkirakan 46 persen dari sekitar 10,1 juta jiwa populasi DKI Jakarta. Sisanya memenuhi kebutuhan air bersih dari sumur air tanah yang mencapai 248 juta meter kubik per tahun. Namun, volume air tanah yang dibayar pajaknya hanya 8,9 juta meter kubik per tahun. Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Aetra Air Jakarta, Priyatno Bambang Hernowo menyatakan siap menambah jaringan dan menyambut kebijakan yang melarang penyedotan air tanah. Sampai akhir 2013, jaringan PT Aetra diperkirakan telah menjangkau sekitar 68 persen wilayah cakupan, antara lain di sebagian Jakarta Utara dan Jakarta Timur. (MKN) Post Date : 07 April 2014 |