|
TANJUNG PINANG, KOMPAS — Hujan yang tak turun selama dua bulan terakhir menyebabkan cadangan air baku Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kepulauan Riau untuk melayani Bintan dan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, berkurang lebih dari 60 persen. Direktur Utama PDAM Tirta Kepri A Kholik mengatakan, air baku di PDAM Tirta Kepri bersumber dari bendungan Sungai Pulai. ”Akibat hujan yang tak turun, tinggi permukaan air waduk turun dan hanya tersisa 1,5 meter dari normalnya 4 meter. Selama dua bulan, permukaan air waduk terus turun,” lanjut Kholik. Sejauh ini, waduk di Sungai Pulai menjadi andalan PDAM Tirta Kepri untuk air baku. Waduk Sungai Gesek selama ini dalam tahap uji coba sehingga belum bisa memproduksi air bersih secara maksimal. Dalam kondisi normal, PDAM Tirta Kepri mendapat pasokan air baku hingga 250 liter per detik dari Waduk Sungai Pulai. Namun, kini, jumlahnya menyusut lebih dari separuh karena pengurangan ketinggian permukaan air. Adapun Waduk Sungai Gesek ditargetkan memasok 100 liter air baku per detik. Namun, sekarang baru bisa diproduksi 50 liter per detik. Apalagi, beberapa waktu lalu waduk terkontaminasi air laut saat pasang. Patrik, salah seorang pelanggan PDAM Tirta Kepri di Tanjung Pinang, menuturkan, pasokan air bersih ke rumahnya mulai berkurang sejak Januari. ”Air PDAM tidak lagi mengalir selama 24 jam, tetapi hanya empat jam sehari,” kata dia. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, akibat dilakukannya perbaikan pipa transmisi dan pompa air baku yang bocor, air PDAM di Kota Balikpapan, Kaltim, tidak mengalir 15 hingga 24 jam kemudian. Buntutnya, sekitar 30.000 pelanggan—dari total pelanggan PDAM sekitar 88.000 rumah—tak bisa terlayani. Warga yang terganggu pasokan air bersihnya di antaranya di Kecamatan Balikpapan Selatan, Tengah, dan Barat. Gazali Rahman dari Humas PDAM Balikpapan mengutarakan, aliran air terhenti karena terjadi kebocoran jaringan pipa transmisi dan kebocoran pompa air baku 4 dan 5 di Waduk Manggar, Balikpapan Utara. Bandung krisis air Sementara itu, semakin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pembangunan, sumber daya air di Kota Bandung, Jawa Barat, semakin terbatas. ”Daya dukung Kota Bandung juga semakin berat dengan terjadinya defisit lingkungan berlebihan, yang menyebabkan krisis air. Pemerintah Kota Bandung perlu melakukan terobosan untuk merevitalisasi sumber daya air tersebut,” ujar Koordinator Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Supardiyono Sobirin. Menurut dia, Kota Bandung dengan luas 16.730 hektar memiliki 47 sungai dan 77 mata air yang memiliki debit lebih dari 5 liter per detik. Namun, kondisinya kini memprihatinkan. ”Banyak sungai dipersempit dan ditimbun untuk permukiman dan pembangunan,” ujar Supardiyono. (RAZ/SEM/PRA) Post Date : 26 Februari 2014 |