|
Musim kemarau belum juga ada tanda-tandanya segera berakhir. Selagi bencana kekeringan di Wonogiri selatan kini memasuki puncaknya, daya beli masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan air berangsur melemah. Ngajo, mantan Kepala Dusun Turi, Desa Pucung, Kecamatan Eromoko, Wonogiri, menyatakan, kekeringan telah berlangsung sejak Bulan Juli 2014 lalu. Selama lima bulan terakh ini, ujar Ngajo, warga masyarakat membeli air dari pelayanan mobil tangki. ”Karena telaga tandon air warga telah mengering,” ujar Ngajo. Harga per tangki kapasitas 5 ribu liter harganya Rp 180 ribu. Tapi, tambahnya, ketika berlangsung perayaan Lebaran Idul Fitri lalu, harganya mencapai Rp 200 ribu per tangki. Air menjadi kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda. ”Berapa pun harganya, air harus dibeli,” timpal Ny Tini sembari menuturkan sebulan membeli air tiga sampai empat mobil tangki. Untuk membeli air, warga rela menjual harta berharga miliknya, seperti perhiasan emas dan ternak piaraannya. Kepala Desa (Kades) Pucung, Ashari, menyatakan, ada 8 dari 15 dusun di Desa Pucung yang kekeringan. Yakni Dusun Turi, Kangkung, Jalakan, Pule, Brengkut, Gundi, Mijil dan Tejosari. ”Dusun yang lain dapat memanfaatkan air dari Sumber Gua Suruh,” tuturnya. Menyikapi kondisi menurunnya daya beli masyarakat, BPBD Wonogiri telah menyalurkan bantuan air bernilai Rp 200 juta kepada warga. Bersamaan itu, juga memberikan bantuan bejana tandon air berkapasitas 1.000 dan 5.000 liter masing-masing sebanyak 10 buah, serta membantu sarana perpipaan untuk memenuhi permintaan masyarakat. Serangkaian bantuan itu, diambilkan dari dana siap pakai (DSP) bantuan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang totalnya sebanyak Rp 637 juta lebih. Bersamaan itu, kini juga mulai direalisasikan bantuan air dari dana Belanja Tidak Terduga (BTT) bersumber APBD Wonogiri sebesar Rp 250 juta. Post Date : 05 November 2014 |