MAKASSAR (SI) – Sebanyak 40% warga Kota Makassar hingga saat ini belum menikmati air bersih dari saluran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Hal ini disebabkan keterbatasan jaringan distribusi PDAM Makassar di beberapa kawasan. Menurut Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, keterbatasan jaringan distribusi tersebut membuat banyak warga menggunakan air bawah tanah. “Dari total jumlah penduduk di ibu kota Sulsel ini, baru 60% di antaranya sudah dilayani air PDAM.
Sementara sisanya belum bisa menikmati,”katanya saat menerima panitia khusus (pansus) raperda perlindungan dan pengelolaan air tanah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan (Sulsel) di ruang kerjanya kemarin. Dia mengharapkan pengelolaan air tanah yang akan dibuatkan perda oleh Pemprov bisa memberikan kontribusi ke depan,termasuk nilai tambah untuk sektor pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Wilayah Penanganan Makassar II PDAM Makassar Karita Bado menambahkan, 60% yang sudah menjadi pelanggan setiap hari rata-rata menggunakan air sekitar 800–1.000 liter atau satu kubik. “Sekitar 40% yang belum tercatat sebagai pelanggan PDAM,kami belum tahu,apakah mereka menikmati air bersih dari saluran tetangganya atau tidak sama sekali,” tandasnya,saat ditemui di sela-sela pertemuan pansus dan Wali Kota Makassar.
Kendati demikian, pihaknya menargetkan meningkatkan kapasitas jaringan agar bisa menjangkau kawasan yang belum tersentuh saluran air PDAM, minimal bisa mencapai angka 80% pada 2015. “Itu target minimal kami. Namun, kami harapkan bisa terealisasi di atas angka itu. Mengenai kawasan yang paling banyak tidak menggunakan air PDAM, kami tidak bisa tentukan karena terbagibagi,” ujarnya.
Sekadar diketahui,PDAM sampai saat ini telah menjangkau 692.308 jiwa penduduk dari 1,2 juta total penduduk (data penduduk 2009). Dari jumlah tersebut, 59,42% dilayani melalui pipa. Sisanya 2,8% dilayani melalui nonpipa. Berdasarkan data PDAM, luas wilayah distribusi telah mencapai radius 11.250 hektare (ha).
Hal ini berarti pelayanan air bersih PDAM telah menjangkau sekitar 60% dari luas wilayah Kota Makassar yang mempunyai luas 17.577 ha. Sistem distribusi, yakni pemompaan sistem tertutup menggunakan pipa mulai diameter 50 mm sampai 1.000 mm dengan panjang pipa keseluruhan 2.701.233,45 meter.
Khusus potensi sumber daya air tanah bebas/dangkal berkisar di kedudukan mulai 0 sampai 22 m dari permukaan laut (dpl). Muka air tanah berkisar dari 0,15 m hingga 0,75 m dengan jenis lapisan akifer berupa pasir halus, pasir lempung. Untuk kapasitas berkisar 30% hingga 55%.Ketersediaan air tanah setiap tahun akan menurun akibat makin meningkatnya pertumbuhan penduduk.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda Perlindungan dan Pengelolaan Air Tanah Andi Januar Jaury Darwis menyatakan, kondisi air tanah di Makassar yang menyusut dinilai bisa mengancam.Apalagi, banyak perusahaan yang menggunakan air bawah tanah. Karena itu, raperda yang sementara digodok di DPRD Sulsel diharapkan bisa membantu pemerintah kabupaten dan kota dalam penggunaan air bawah tanah yang tidak asal dipakai, melainkan harus melalui prosedur yang jelas, khususnya kepada pelaku usaha.
Anggota Pansus Irwan Patawari menguraikan raperda yang akan diterapkan tersebut dinilai sebagai kampanye penyelamatan air. Pasalnya, hasil kajian dan penelitian kondisi air tanah semakin memprihatinkan. “Kondisi air bawah tanah kita sudah tergerus.Kalau kita biarkan terus berkurang tanpa ada solusi, ini sangat membahayakan,”tandas politikus Partai Demokrat ini.
Berdasarkan pantauan, pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit itu turut dihadiri Wakil Ketua DPRD Sulsel Andry Arief Bulu, beserta anggota pansus dari lintas fraksi. Mengenai hasilnya, akan dibahas lebih lanjut dengan mengundang instansi terkait di Makassar guna memberikan penjelasan dan masukan secara mendetail sebelum masuk tahap finalisasi.
Industri Dibatasi Gunakan Air Bawah Tanah
Sementara itu, 80% dari total industri dan masyarakat yang ada di Makassar, Kabupaten Maros, dan Gowa masih menggunakan air bawah tanah dan hanya 20% di antaranya yang menggunakan air PDAM. Kondisi tersebut dapat mengganggu kelanjutan suplai air bersih bagi masyarakat umum.
Januar Jaury Darwis mengatakan, jika pemerintah tidak memberikan pembatasan dan kebijakan yang bersifat administratif sejak dini, tidak tertutup kemungkinan infiltrasi (pemasukan) air laut ke sumber air bawah tanah akan besar. Imbasnya kualitas air menjadi buruk.
”Proses infiltrasi air laut ke cekungan sumber air bawah tanah sudah mulai terjadi di Maccopa, Kabupaten Maros. Hal ini mengkhawatirkan karena daerah tersebut menjadi salah satu cekungan aliran air bawah tanah untuk Makassar dan Gowa,” ungkapnya kepada SI di Makassar kemarin. Kondisi tersebut juga dipengaruhi penggunaan air bawah tanah besar-besaran.
Sebab, data yang dimiliki pansus perlindungan dan pemanfaatan air bawah tanah tersebut sekitar 80% industri dan masyarakat memanfaatkan air bawah tanah, baik dalam bentuk sumur bor ataupun sumur gali. ”Jika infiltrasi terus terjadi akan mengganggu kebutuhan air bersih untuk konsumsi maupun pengairan persawahan irigasi.Kondisi ini yang membuat lahirnya perda perlindungan air bawah tanah sangat diperlukan,” tutur Ketua DPC Partai Demokrat Makassar tersebut.
Dia menjelaskan, lahirnya regulasi tersebut bukan untuk mengekang penggunaan air bawah tanah untuk masyarakat dan pertanian irigasi. Namun, industri sebelum menggunakan air bawah tanah tersebut, harus mendapatkan rekomendasi terlebih dahulu dari Pemprov Sulsel. Ahli geologi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sulawesi Nadjamuddin Nawawi menuturkan, perlindungan atas peman-faatan air bawah tanah harusnya telah dilakukan Pemprov Sulsel sejak dulu. Sebab, infiltrasi air laut ke cekungan air bawah tanah akan membuat Sulsel kesulitan air bersih ke depan. (arif saleh/yakin achmad)
Post Date : 14 Juli 2010
|