4 Truk Sampah Dipaksa Balik sebelum ke TPA

Sumber:Koran Sindo - 21 Agustus 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

BANDUNG (SINDO) – Sedikitnya empat truk pengangkut sampah dari Kota Bandung terpaksa memutar balik saat akan membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti,Kabupaten Bandung Barat (KBB), kemarin.

Mereka dihadang oleh aksi yang dilakukan Koalisi LSM Kabupaten Bandung Barat dan LSM Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) di Jalan Raya Padalarang (Tagog).“Penutupan TPA Sarimukti adalah harga mati.Aksi kami memblokade truktruk sampah ini tidak akan berakhir sampai di sini saja,”tegas koordinator aksi,Dekky David Kawur.

Menurut dia,banyak penyimpangan dalam pengoperasian TPA Sarimukti yang hanya merugikan masyarakat KBB ini, seperti dari asalnya tempat pengolahan kompos (TPK) menjadi tempat pembuangan akhir sampah (TPAS). Akibatnya,masyarakat hanya menerima bau,pencemaran lingkungan, penyakit, dan kerusakan pada infrastruktur jalan. Ketua Gerakan Masyarakat Bongkar Korupsi Iwan menyinggung soal dana kompensasi untuk masyarakat lokal maupun kontribusi kepada pemerintah.

Bahkan, bantuan anggaran puluhan miliar dari APBN dan APBD untuk pengelolaan TPA Sarimukti juga tidak jelas penggunaannya.“Ini adalah pelecehan dan penghinaan terhadap masyarakat Sarimukti dan juga Pemkab Bandung Barat. Saya meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan membongkar praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran kompensasi yang dialokasikan untuk Sarimukti yang kenyataannya tidak pernah ada,”katanya.

Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH) Thio Setiowekti mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan relokasi,pemulihan lingkungan (termasuk reklamasi), pengobatan kesehatan, dan kompensasi dalam bentuk lainnya seperti diatur oleh Bab VII Pasal 25 Undang- Undang No18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Kompensasi itu merupakan amanat undang- undang.Namun, dari nomenklatur APBD masing-masing kabupaten/ kota tidak ada iktikad untuk melaksanakannya.Selama ini Kota Bandung dan Kota Cimahi hanya menjadi pembuang sampah dan penikmat karena meraih Adipura setelah membuang sampah-sampahnya ke Sarimukti tanpa memberikan kompensasi,”kata Thio.

Ketua Komisi A DPRD KBB Iwan Ridwan mengungkapkan, bergejolaknya masyarakat Sarimukti adalah bukti kegagalan pengguna TPA dengan mengabaikan kesadaran dan kesabaran masyarakat. Selama ini masyarakat hanya diberi angin surga tanpa memikirkan keuntungan yang tidak ternilai dengan keberadaan TPA tanpa pernah memiliki program atau misi untuk peningkatan infrastruktur, ekonomi, kesehatan,dan lain-lainnya.

Jika hal itu dilakukan, ia yakin tidak akan menjadi preseden buruk dan kesulitan dalam mencari TPA ke depan. Sebaliknya, jika Sarimukti dijadikan contoh, maka mencari pengganti TPA akan sangat sulit. “Bagaimana masyarakat akan respek jika ada pertemuan hanya diwakilkan orang-orang yang tidak bisa mengambil keputusan. Karena itu,saya mendukung penutupan (TPSA) Sarimukti dan meminta Pemkab Bandung Barat untuk bersikap tegas dan proaktif memfasilitasi aspirasi rakyatnya.

Bukan diam saja,”ujar Iwan. Aksi unjuk rasa yang berlangsung selama dua jam ini menimbulkan kemacetan panjang di jalur Padalarang-Rajamandala.Aksi dibubarkan menjelang salat Jumat dan sempat diwarnai aksi saling dorong antara polisi dan pengunjuk rasa. Setelah aksi berakhir, sekitar 40 truk sampah yang sempat tertahan di pintu gerbang Tol Padalarang karena takut dihadang akhirnya bisa kembali melaju karena demonstran sudah membubarkan diri.

Sementara itu, Pemerintah Kota Bandung mengaku sejak 2007 lalu setiap bulannya kontribusi yang diberikan ke TPA Sarimukti bisa mencapai Rp60 juta belum termasuk berbagai fasilitas lain. Kepala Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Daerah Cece Iskandar mengaku tidak pernah lalai memberikan kontribusi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPA,yaitu di Desa Sarimukti, Rajamandala, dan Mandalasari.

“Setiap rit truk pengangkut sampah dibebankan iuran desa sebesar Rp3.500 untuk setiap desa. Jadi, totalnya Rp10.500 dan jika dikalikan frekuensi pengangkutan yang bisa mencapai 200 rit setiap harinya tidak kurang dari Rp2 juta per hari atau Rp60 juta per bulan karena pengangkutan sampah ke lokasi Sarimukti dilakukan setiap hari,” kata Cece kepada Seputar Indonesiadi ruang kerjanya,kemarin.

Menurut dia, tidak hanya kontribusi berupa uang,pihaknya juga rutin melakukan pengobatan gratis setiap tiga bulan sekali bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPA, pembangunan sarana dan prasarana seperti masjid, hingga bantuan dari proposal yang diajukan warga sekitar TPA untuk berbagai kegiatan. Kewenangan memberikan kompensasi sebenarnya ada di tangan Balai Pengelolaan Sampah Bersama (BPSR) Provinsi Jawa Barat.

BPSR menjadi penanggung jawab pengelolaan sampah tiga kota/kabupaten, yaitu Kota Bandung,Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Cece mengakui BPSR tengah menggodok usulan pemberian kompensasi bagi warga sekitar TPA yang disebut tipping fee.Pembahasan tersebut masih dalam kajian. Berdasarkan pertemuan beberapa waktu lalu antara Pemkot Bandung dan aparatur setempat diperoleh kesepakatan bahwa masyarakat setempat tidak merasa keberatan atas operasional TPA. (adi haryanto/ agung bakti sarasa)



Post Date : 21 Agustus 2010