|
Miliaran penduduk dunia hingga kini masih terpaksa mengkonsumsi air yang terkontaminasi. Mereka pun tidak memiliki fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) serta sanitasi yang memadai. Tidak ada pilihan lain yang tersedia. Akhirnya air yang terkontaminasi dan kemungkinan mengandung mikroba patogen seperti bakteri E-coli, Vibrio cholerae, Salmonela typhi yang menjadi penyebab penyakit tifus, dan beberapa bakteri membahayakan lain itulah, yang harus menjadi `nafas` kedua untuk menyambung kehidupan miliaran penduduk tersebut. Padahal, ketiadaan sanitasi yang memadai, memiliki dampak besar secara ekonomis. World Bank`s Water and Sanitation Program mencatatkan bahwa sanitasi yang buruk mengakibatkan kerugian bagi India hingga mencapai 53,8 miliar dolar AS per tahun. Timbulnya kerugian, disebabkan meningkatnya biaya perawatan kesehatan bagi masyarakat dan penyediaan air yang layak minum. Merujuk pada laporan World Health Organization dan Unicef, sekitar 69 persen penduduk desa di India membuang air besar di pantai, semak-semak, ladang, atau ruang-ruang terbuka yang lain, yang berimbas pada memburuknya sanitasi di negara itu. Kondisi sanitasi di Indonesia pun, tidak bisa dibilang berprestasi cemerlang. Realitanya, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai sistem sanitasi terburuk di Asia Tenggara dan bahkan dunia. Data PBB menyatakan, Indonesia menduduki peringkat kedua dari 10 besar negara, di mana penduduknya belum mendapatkan sanitasi secara layak. Buruknya sanitasi di Indonesia, salah satunya bisa diamati pada beberapa desa di Indonesia, di mana penduduknya terpaksa menggunakan air dari sungai yang sehari-hari digunakan untuk aktivitas memasak, mencuci pakaian, mandi, buang air besar (BAB), sekaligus untuk memandikan binatang ternak peliharaan seperti kuda, kambing atau sapi. Kesadaran atas efek sanitasi buruk bagi kesehatan masyarakat, mendorong tokoh masyarakat di Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, untuk me-`launching` kegiatan bebas dari perilaku buang air besar sembarangan (BABS) sejak 2013, dan meprogramkan pembangunan jamban dan septik tank komunal. "Untuk menekan perilaku masyarakat yang sebagian masih suka BABS, maka kami sengaja mengeluarkan `awiq-awiq` atau aturan tidak tertulis mengenai kebersihan, bahwa ada sanksi tersendiri bagi warga yang BABS sembarangan. Tujuan adanya awiq-awiq supaya warga pikir-pikir dulu sebelum BAB secara sembarangan," kata Camat Cakranegara Ahsanul Khalik. Dia melanjutkan, perilaku masyarakat turut berkontribusi terhadap kualitas sanitasi di wilayah setempat. Ahsanul Khalik mencontohkan, di Cakranegara ada masyarakat yang sudah memiliki toilet sendiri, tetapi justru mengalirkan pembuangan kotoran tinja ke sungai. Perilaku ini jelas memberikan dampak buruk bagi lingkungan, karena sungai-sungai di wilayah Mataram selama ini sangat terkenal sebagai sentra budi daya kangkung. Pembuangan kotoran tinja toilet ke sungai, cepat atau lambat akan memberi efek yang membahayakan bagi pengkonsumsi kangkung. Hal ini disebabkan kotoran itu mengandung materi organik, yang sebagian merupakan sisa dan ampas makanan yang tidak tercerna, serta tidak mustahil pula memiliki kandungan telur cacing. "Kalau saja warga membuat penampungan secara benar dan tidak mengalirkan kotoran ke sungai, ke depan tentu air sungai menjadi bening dan tidak tercemar sehingga aman jika ingin digunakan," kata Camat Cakranegara itu. Australia - Indonesia Mencermati kondisi buruk lingkungan yang memiliki pengaruh membahayakan bagi kesehatan, maka Australia dan Indonesia menggalang kerja sama program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk sanitasi atau Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation (sAIIG). Program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi merupakan program hibah berbasis kinerja dengan nilai 40 juta dollar yang diberikan kepada 43 pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Program ini merupakan program kerja sama Pemerintah Australia dan Indonesia, yang dilaksanakan dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Pemerintah Australia melalui proyek Indonesia Infrastructure Initiative (IndII). Deputy Director IndII Jeff Bost menyatakan, selama tahun 2014 program kerja sama Pemerintah Indonesia dan Australia melalui proyek The Indonesia Infrastructure Initiative (IndII), telah membangun sarana sanitasi terpusat untuk 3.750 keluarga di wilayah Kabupaten Gresik. "Untuk di Kabupaten Gresik, program ini berhasil membangun 3.750 sambungan sarana sanitasi pembuangan limbah domestik," ujar Jeff Bost. Pembangunan sarana sanitasi terpusat akan dilakukan pula di beberapa daerah di Indonesia, mengingat 63 juta penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan di sungai, laut, kali, danau, atau di daratan. Mayoritas pelaku praktik BAB sembarangan itu bertempat tinggal di kawasan pedesaan. Hanya 38,4 persen penduduk pedesaan yang memiliki akses pada sanitasi yang layak, sehingga kesehatan masyarakat sering kali mengalami gangguan. Setiap tahun tercatat sekitar 121.100 kasus diare yang memakan korban lebih dari 50.000 jiwa akibat sanitasi yang buruk. Tidak mengherankan apabila biaya kesehatan per tahun akibat sanitasi buruk mencapai triliunan rupiah per tahunnya di Indonesia. "Indonesia kehilangan Rp56 triliun (US$ 6,3 miliar) per tahun akibat buruknya sanitasi dan kebersihan," ujar Yosa Yuliarsa, Spesialis Komunikasi Kawasan Asia Timur, Water and Sanitation Program (WSP) World Bank. Sanitasi yang baik sudah sepatutnya menjadi perhatian bersama, agar kehidupan masyarakat menjadi lebih berkualitas dan bisa menjalani hari-hari dengan kondisi kesehatan yang prima. Sepatutnya pula masyarakat diberi kesadaran untuk tidak BAB sembarangan, dikarenakan 1 gram tinja mengandung 10 juta virus dan 1 juta bakteri. Kandungan itu, jika terbawa sungai yang airnya menjadi tumpuan warga sebagai penyambung kehidupan, bisa menyebabkan puluhan juta warga berada ujung tanduk kritis akan terancam kesehatannya. Sebagai kilas balik, sesungguhnya begitu memilukan menyaksikan warga Dusun Halimuti, Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terpaksa mengkonsumsi air kali yang sudah tercemar kotoran hewan. Di tengah ancaman penyakit yang membayangi, penduduk Halimutu mencoba menggali lubang di tepi sungai. Hasilnya sama saja, yakni air yang tercampur kotoran hewan. Terpaksa air itu yang dikonsumsi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Kisah menggugah lainnya terjadi, tatkala menyaksikan Sungai Ciliwung, yang memiliki tingkat pencemaran terparah. Kadar bakteri E-coli pada Sungai Ciliwung mencapai 1,6-3 juta individu per 100 cc, jauh di atas baku mutu 2.000 individu per 100 cc. Sementara, Sungai Ciliwung menjadi bahan baku air minum untuk penduduk Jakarta. Sungai Citarum menjadi sumber penghidupan bagi tidak kurang dari 9 juta penduduk yang tinggal di sekitarnya, serta menjadi tumpuan bagi tidak kurang 2.000 pabrik yang didirikan di sepanjang aliran sungai. Sementara itu, ditengarai 76,2 persen dari 52 sungai di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh zat organik, termasuk 11 sungai utama di Indonesia yang tercemar unsur amonium. Sungai-sungai yang mengalir di Pulau Jawa, seperti Jakarta, cenderung lebih tercemar oleh bakteri E-coli akibat pencemaran tinja yang menyebabkan penyakit diare pada manusia. Kondisi ini jika dibiarkan berlangsung berlarut-larut, sungguh amat menyedihkan, karena masyarakat harus hidup dalam kepungan berbagai virus dan bakteri berbahaya. Semestinya segera ada tindakan, mengingat dampak sanitasi buruk sudah mengintai puluhan juta warga, dan saatnya sekarang juga harus dihentikan. Sebagai edukasi kepada warga, telah tiba waktunya program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) lebih disosialisasikan sebagai langkah untuk mengubah perilaku supaya mengacu pada sikap higienis melalui pemberdayaan masyarakat. Edukasi mendasar mengenai sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga juga hendaknya ditanamkan, agar generasi mendatang memiliki kesadaran untuk menerapkan perilaku hidup sehat dengan menjaga kebersihan, dan menjauhkan diri dari tindak mencemarkan lingkungan. Demi Indonesia yang sehat, Indonesia yang berkualitas kehidupan warganya. Post Date : 19 Desember 2014 |