|
Bandar Lampung, Kompas - Banjir yang melanda enam kabupaten di Lampung telah mengakibatkan 21.793 hektar tanaman padi puso. Banjir juga mengakibatkan 3.686 hektar tanaman jagung puso. Di Sumatera Selatan, tanaman padi yang puso akibat banjir hingga Rabu (26/1) mencapai seluas 16.678 hektar. Hingga kemarin, banjir juga masih menggenangi sebagian tanaman padi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. "Total tanaman padi yang terendam banjir adalah 24.385 hektar dan untuk lahan jagung sebanyak 3.824 hektar," tutur Kepala Dinas Pertanian Provinsi Lampung, Untung Sugiatno, di Bandar Lampung, Rabu kemarin. Kerugian yang dialami petani Lampung ditaksir mencapai Rp 130 miliar lebih. "Rincian perhitungannya adalah Rp 120.677.002.500 untuk padi yang puso dan Rp 10.320.800.000 untuk jagung," ujar Untung. Usia tanaman yang mengalami puso bervariasi. Di Lampung Timur, misalnya, usia padi yang mengalami puso rata-rata telah mencapai 70 hari. "Kalau hanya terendam selama tiga hari saja masih dapat dipertahankan, tetapi jika telah lebih dari seminggu dapat dipastikan puso," kata Untung. Prakiraan kerugian itu didasarkan pada asumsi bahwa setiap satu hektar sawah menghasilkan 4,5 ton gabah yang setiap kilogram dihargai sebesar Rp 1.230. "Estimasi harga telah dinaikkan sebesar Rp 100 karena tahun ini harga gabah diperkirakan naik Rp 100 dari harga gabah sebelumnya, yaitu Rp 1.130," ujar Untung. Kerugian terbesar dialami oleh petani di Kabupaten Tulang Bawang karena lebih dari 9.779 hektar padi di daerah itu puso. Di Kabupaten Lampung Tengah, lahan padi yang mengalami puso seluas 6.310 hektar. Tanaman jagung yang mengalami puso paling parah terdapat di Kabupaten Lampung Timur, di mana sebanyak 2.092 hektar jagung puso. "Lampung Timur selama ini menjadi sentra jagung Lampung," ungkap Untung. Diperkirakan, memasuki Februari, banjir di Lampung akan surut. Pihak Dinas Pertanian berharap bencana itu tidak memengaruhi perolehan panen musim ini. "Pada bulan tersebut petani sudah mulai dapat menanami kembali lahan mereka. Untuk musim ini dipastikan akan ada penundaan panen sehingga tidak akan memengaruhi perkiraan hasil panen tahun ini," tutur Untung lagi. Puso di Sumsel Tanaman padi yang mengalami puso atau gagal panen akibat dilanda banjir di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) mencapai 16.678 hektar, dari total lahan yang terendam 35.469,9 hektar. Tanaman padi yang rata-rata berumur sekitar satu minggu hingga dua bulan itu membusuk setelah terendam air selama lima hari sampai dua minggu sejak pertengahan bulan Januari 2005. Wakil Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel Leonardo Hutabarat di Palembang, Rabu, mengatakan, para petani yang sawahnya terendam dan puso akan diusahakan mendapat bantuan benih padi baru. Diharapkan, bantuan yang juga pernah diberikan saat banjir tahun lalu itu akan meningkatkan semangat petani untuk kembali menanam padi. "Jumlah kerugian, jika dihitung dari biaya produksi Rp 1 juta per hektar, seluruhnya mencapai Rp 16 miliar lebih," katanya. Tanaman padi yang puso terutama terdapat di empat kabupaten. Dari 13.447 hektar tanaman padi yang terendam air di Kabupaten Ogan Komering Ilir, 6.896 hektar puso. Tanaman padi seluas 8.889 hektar di Ogan Komering Ulu Timur juga puso, dari total 17.169 hektar yang terendam. Tanaman padi seluas 160 hektar dari total 12.052 hektar yang terendam di Ogan Komering Ilir juga mengalami puso. Di Muara Enim, dari 2.874 hektar tanaman padi yang terendam, sebanyak 926 hektar dipastikan gagal panen. Mengganti tanaman Para petani di Desa Ambarawa, Kabupaten Tanggamus, Lampung, saat ini telah mulai menyulami lagi lahan mereka yang terendam air. Sebagian besar lahan sawah di kawasan itu telah terbebas dari banjir. "Memang mundur panennya, tetapi daripada sama sekali tidak panen, lebih baik begini. Yang masih tergenang juga mulai menyulami lagi karena genangan tidak terlalu dalam, sama seperti kalau petani mengairi sawah," ujar seorang petani asal Desa Ambarawa. Sebagian besar petani di desa itu masih memiliki sisa bibit padi dari lahan semai mereka yang terendam. "Sebagian memang busuk terendam banjir, sebagian masih dapat dimanfaatkan lagi. Tetapi, ada juga petani yang kemudian meminta kepada petani lain yang masih memiliki sisa bibit. Kalau menebar benih baru malah tidak menguntungkan," tuturnya. Menyulam tanaman padi yang mati akibat banjir juga dilakukan petani di Desa Muara Burnai II, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir. "Untuk menggantikan tanaman yang mati, saya mengambilnya dari rumpun padi yang masih hidup. Begitu umumnya petani di sini melakukan penyulaman," kata Ny Sumiati, petani di Muara Burnai II, Rabu siang. Penyulaman seperti itu bisa dilakukan karena tanaman padi miliknya baru berusia kurang dari dua bulan. Pada usia itu, tanaman padi belum berbulir sehingga masih bisa ditanam di lahan baru untuk menggantikan rumpun padi yang mati. Sementara beberapa petani lain di desa itu, Sugeng, Madun, dan Sukadi, memilih tetap membiarkan tanaman padi mereka yang mati karena usianya sudah tiga bulan. "Biarkan saja yang mati karena sebentar lagi tanaman padi yang selamat akan bisa dipanen. Itu pun kalau banjir tidak datang lagi," ujarnya. Tanaman padi Sugeng seluas setengah hektar mati gara-gara banjir. Seorang petani lain asal Desa Muara Burnai I, Ny Siti Romlah, juga membiarkan tanaman padi miliknya mati. Dia mengaku tidak memiliki modal lagi untuk mengganti tanaman padi yang mati akibat banjir. "Sampai sekarang tidak ada bantuan untuk kami," katanya. Petani lain yang ditemui juga menyatakan belum menerima bantuan apa pun dari pemerintah. (JOS/DOT/IAM/MUL) Post Date : 27 Januari 2005 |