|
Mengubah kebiasaan buruk masyarakat Desa Bandingan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat tidak hanya melalui program penyuluhan, namun perlu real action untuk mencapai lima pilar kesehatan. DESA Bandingan, Kecamatan Kejobong, Purbalingga merupakan desa yang terletak di ujung timur dengan jarak sekitar 12 kilometer dari kota kabupaten. Desa tersebut belum terjangkau akses jaringan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sebagian warga hanya mengandalkan belik atau mata air yang ada di lingkungan sekitar untuk mengambil air bersih, sedangkan sebagian lainnya memanfaatkan sumur. ''Setiap musim kemarau kami selalu mengantre dengan warga lain di sumber mata air untuk mengambil air bersih,'' kata Kaur Pembangunan Desa Bandingan, Hery Nurfauzi, mengisahkan. Namun, kesulitan air bersih mulai teratasi setelah desa itu mendapat program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dari pemerintah tahun 2009. Masyarakat mulai mendapatkan air bersih melalui jaringan air bersih yang dikelola Badan Pengelola Sarana (BPS) Sanitasi. ''Tujuan Pamsimas tidak hanya untuk penyediaan air bersih, melainkan mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat,'' kata Hery yang juga Sekretaris Lembaga Ketahanan Masyarakat (LKM) Katemas Desa Bandingan. Butuh Satu Tahun Upaya mendorong masyarakat berperilaku hidup sehat tidak segampang membalikkan telapak tangan. Hery mengaku selama proses menuju Open Defecation Free (ODF) banyak jalan berliku yang harus ditempuh, bahkan terjadi pro dan kontra tentang program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ini. ''Kami butuh waktu satu tahun untuk melakukan penyuluhan PHBS kepada masyarakat Desa Bandingan,'' katanya. Kegiatan-kegiatan PHBS dilaksanakan secara rutin dengan melibatkan kader-kader kesehatan dan pemberdayaan desa. Melalui pertemuan rutin kader kesehatan melakukan koordinasi dengan PKK, dasa wisma, bidan desa dan sanitarian yang dilakukan satu bulan sekali. Dalam praktiknya, selain memberikan penyuluhan kesehatan, pemerintah desa dan stakeholder bersama kader kesehatan membentuk tim verifikasi yang terdiri atas kepala dusun, kader kesehatan, dan tokoh masyarakat. Pembentukan tim bertujuan untuk memverifikasi langsung ke lapangan dan melihat keadaan jamban, akses jamban milik sendiri, menumpang maupun mereka yang belum buang air besar (BAB) di jamban. Hasil verifikasi mencatat dari jumlah 1.648 kepala keluarga (KK) dengan jumlah 5.636 jiwa, kepemilikan jamban sebanyak 1.208 buah. Dari jumlah jamban itu dipergunakan untuk 1.481 KK. Artinya, ada 167 KK yang tidak memiliki jamban. Mereka tentunya masih melakukan BAB di sembarang tempat, seperti di saluran air, sungai, kebun atau tempat terbuka lain.(Puji Purwanto-17,48) Post Date : 08 Mei 2014 |