|
Dengan memasang Tundershot Filter di pintu air sungai, tidak ada lagi tumpukan sampah yang selama ini menjadi penyebab banjir. Tapi, mungkinkan invensi pelajar SMAN 6 asal Yogyakarta ini segera diaplikasikan? Sekitar tiga tahun lalu, Nurina Zahrah Rahmati mengirimkan surat kepada Wali Kota Yogyakarta. Surat itu berisi tentang keprihatinannya terhadap masih rendahnya kesadaran warga Yogyakarta untuk membuang sampah pada tempatnya. Namun, surat itu tak pernah mendapatkan respons dari Wali Kota. "Surat itu tak berbalas,” kisah remaja yang kini menjadi pelajar di SMAN 6 Yogyakarta, di Jakarta, awal pekan lalu. Sampai sekarang, lanjut Nurina, permasalahan sampah di Yogyakarta masih tetap sama. Masih ada sebagian warga yang menganggap sungai sebagai tong sampah. Belum ada terobosan dari pemerintah kota untuk mengatasi persamalahan tersebut. Padahal, mereka sebenarnya mengetahui dampak buruk buang sampah di sungai bisa menyebabkan aliran air terhambat. Sampah yang menghambat aliran sungai itu setiap saat bisa menjadi ancaman banjir pada musim penghujan. "Saya mendapatkan pengetahuan itu dari pemberitaan di televisi tentang banjir di Jakarta,” kata perempuan berhijab ini. Belajar dari peristiwa banjir di Jakarta, Nurina tidak ingin kotanya akan menghadapi permasalahan yang sama di kemudian hari. Menurutnya, permasalahan sampah di Yogyakarta saat ini memang tidak sepelik di Jakarta. Tapi jika kesadaran warga masih rendah membuah sampah pada tempatnya maka banjir setiap musim penghujan akan mengintai warga di bantaran sungai. Fakta lain di lapangan, kata Nurina, dari dulu sampai sekarang aplikasi teknologi yang terpasang di pintu-pintu air sungai belum ada perubahan. Sampah yang melewati aliran sungai disaring dengan menggunakan besi-besi yang disusun mirip pagar pembatas. Lalu, sampah yang tersangkut di sekat besi secara manual diangkat atau dipindahkan oleh petugas ke pinggir sungai. "Cara manual ini sangat mengandalkan tenaga manusia sehingga kurang efektif,” kata Nurina. Di sisi lain, di sebagian pintu air sungai memang sudah ada yang menggunakan alat berat untuk memindahkan sampah. Namun, keputusan menggunakan alat berat ini dilakukan jika sampah sudah menumpuk. Maklum, untuk mengoperasikan alat berat butuh biaya untuk membeli bahan bakar.
Mengamati permasalahan sampah pada aliran sungai
tersebut, Nurina tidak lagi mengeluh dengan menulis surat ke Wali Kota,
melainkan menggandeng teman sekolahnya, Tri Ayu Lestari dan Elizabeth Widya
Nidianita, mendesain prototipe seperangkat alat bernama Tundershot Filter
(Turbin Undershot) untuk menyaring sampah di sungai.
Mekanisme
Kerja
Dia merancang prototipe alat itu dari lembaran
aluminium yang dirangkai sedemikian rupa menyerupai pintu air yang ada di
sungai. Dalam rangkaian alat itu dipasang dua sekat untuk meletakkan turbin
yang berfungsi membentuk suatu arus di sekitar pintu air.
"Turbin yang terpasang pada Tundershot Filter
dilengkapi sensor yang memungkinkan motor menggerakkan baling-baling secara
berlawanan dari sebelumnya,” jelas Tri. Selain itu, putaran atau kecepatan
turbin diatur sedemikian rupa agar sampah di pinggir sungai mengalir ke tengah,
menuju conveyer yang terbuat dari karet.
Selanjutnya, conveyer akan mengangkut sampah
menuju sebuah bak penampung sementara. "Jadi tidak ada lagi tumpukan
sampah di pintu air sungai,” tandas Nurina.
Elizabeth menambahkan secara konsep sampah di bak
penampung bisa dipilah antara organik dan anorganik. Sampah organik atau yang
mudah terurai alam dapat diolah menjadi kompos atau pupuk tanaman.
Sedangkan anorganik atau yang tidak mudah terurai
didaur ulang (recycle) atau diolah sedemikian rupa agar bisa digunakan lagi
(reuse). Adapun sisa dari pemilahan dapat langsung langsung di angkut mobil ke
tempat pengelolaan sampah (TPA) yang lokasinya dekat dengan sungai.
Konsep dari pengelolaan sampah Tundershot Filter
itu kemudian diajukan dalam kompetisi karya ilmiah remaja National Young
Inventor Awards (NYIA) ke-5, tahun lalu, ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Namun, konsep yang diajukan Nurina bersama timnya hanya masuk sebagai
finalis.
Para pemenang NYIA 2012 merupakan karya yang bisa
diaplikasikan secara langsung, seperti Bra Penampung dan Pensteril Asi,
Detektor Telur Busuk, dan Canting Batik Otomatis. Sedangkan, Tundershot Filter
masih berupa prototipe atau tataran konsep.
Penghargaan
Internasional
Bersyukur, meskipun tidak termasuk tiga pemenang
NYIA 2012, karya Nurina bersama timnya mendapatkan kesempatan untuk
berkompetisi dalam ajang International Exhibition of Young Inventor (IEYI) 2013
di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 9 – 11 Mei 2013.
Perhelatan yang diselenggarakan The Malaysian
Invention and Design Society (MINDS) ini diikuti oleh 13 negara dengan beberapa
kategori. Awalnya, mereka sempat pesimistis karena pada saat pameran ada
sebagian pengunjung yang mencibir invensi Tundershot Filter.
"Ini pasti untuk Jakarta,” cetus Nurina
menirukan komentar pengunjung asal Malaysia. Rupanya, mereka mengetahui kalau
Jakarta sedang menghadapi masalah sampah di sungai-sungainya sehingga setiap
musim penghujan terjadi banjir.
Tapi cibiran itu belum seberapa. Nurina sempat
sangat minder ketika invensinya dianggap murahan. "Saya sempat nangis
karena mendapat kritik dari pengunjung. Invensi kami dianggap murahan,” cerita
Nurina yang mengaku untuk membangun prototipe itu hanya menghabiskan dana 300
ribu rupiah.
Tak dinyana, dewan juri tetap profesional dalam
menilai invensi yang dikompetisikan dalam ajang bergengsi IEYI 2013. Prototipe
Tundershot Filter mendapatkan medali emas kategori "Green Technology”.
"Kita mendapatkan emas karena juri menilai orisinal,” kata Nurina dengan
sumringah.
Menurut Juri, prototipe Tundershot Filter bisa
dikembangkan lebih lanjut agar bisa benar-benar diaplikasikan di lapangan.
Pasalnya, hampir setiap negara memiliki permasalahan yang sama, yaitu sampah.
Lantas, setelah mendapatkan penghargaan internasional
tersebut, apakah ada pemerintah daerah yang ingin mengembangkan invensi
Tundershot Filter dan mengadopsi untuk diterapkan di lapangan? Kita tunggu
cerita selanjutanya.
Post Date : 20 Mei 2013 |