Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta akan kembali mengambil alih pengelolaan air di ibu kota.
Untuk diketahui, saat ini hampir seluruh pengelolaan air di Jakarta dikelola
pihak asing, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) yang merupakan lini usaha
perusahaan asal Perancis Suez Environnement dan bagian dari PT Astratel
Nusantara – lini usaha Grup ASTRA Indonesia, serta PT Aetra yang mayoritas
sahamnya dimiliki perusahaan Singapura Acuatico Pte Ltd.
Salah
satu upaya Pemprov DKI mengambil alih pengelolaan air dari tangan asing itu
ialah dengan membeli saham Palyja. “Kalaupun Suez Environnement tak menjual
sahamnya kepada DKI, kami akan beli langsung dari pemilik 49 persen saham
Palyja, PT Astratel. Kalo masih enggak mau
juga, kami cabut Surat Keputusan (SK) dukungan gubernur untuk Palyja
sebagai pengelola air DKI,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) di Balai Kota DKI Jakarta, Senin 27 Mei 2013.
Ahok
bahkan mengancam, bila Palyja tidak mau menjual sahamnya kepada Pemprov DKI
Jakarta, maka masalah ini akan dibawa ke pengadilan internasional. “Kalau dia nuntut, kami bawa ke Mahkamah internasional,” kata dia.
Pemprov
DKI saat ini dalam posisi terjepit terkait pengelolaan air Jakarta. Ahok tidak
ingin setelah masa kontrak pengelola asing itu berakhir tahun 2023 mendatang,
Pemprov DKI justru diminta membayar triliunan rupiah gara-gara persoalan
kontrak.
“Mana
ada IRR (internal rate of return atau imbal hasil) 22 persen? Gila saja. Mana ada
investasi dijamin sampai sejumlah itu terus, lantas kalau mereka tidak mencapai
angka itu, Pemprov DKI harus membayar Rp10 triliun. Di negara lain, mana ada
kontrak bisnis kayakbegitu? Kalau rugi ya seharusnya rugi bareng dong. Masak mereka ingin untung sendiri,” kata Ahok.
Saat
ini negosiasi antara Palyja dan Pemprov DKI tengah membahas sejumlah poin
penting, misalnya Palyja tidak boleh menjual 51 persen sahamnya kepada Manila
Water, perusahaan Filipina. Lalu soal rebalancing pasal-pasal kontrak kerja sama dengan Perusahaan
Daerah Air Minum DKI Jakarta (PD PAM Jaya) yang sudah berjalan sejak tahun
1997. Kontrak ini dinilai merugikan Pemprov DKI.
Ahok
mengatakan setelah saham Palyja nantinya dimiliki Pemprov DKI, otomatis rebalancingpasal-pasal kerja sama akan menjadi lebih mudah
dinegosiasikan karena melibatkan perusahaan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
Adapun pasal kontrak kerja sama yang perlurebalancing terkait
pengembalian investasi atau IRR mencapai 22 persen yang dinilai terlalu tinggi,
harga jual air, sambungan pelanggan, dan sebagainya. Pasal-pasal yang ada saat
ini dinilai membebani masyarakat.
“Dikelola
asing belum tentu bakal lebih baik. Oleh karena itu Pemprov DKI punya keinginan
kuat memiliki Palyja, agar kami bisa menjawab keluhan pelayanan air bagi warga
DKI Jakarta yang sejak 1997 pengelolaannya dikuasai operator asing,” kata
mantan Bupati Belitung Timur itu.
Post Date : 28 Mei 2013
|