|
BANJIR pasang air laut (rob) telah menenggelamkan permukiman warga di Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, sejak 5 April lalu. Sebanyak 7.000 warga hingga Rabu (10/4) masih tinggal di daerah pengungsian yang tersebar di tiga kecamatan di pulau itu. "Tanggap darurat banjir sudah kami berlakukan di Pulau Siberut sehari setelah banjir rob melanda. Masa tanggap darurat berlaku sampai 14 hari ke depan," kata Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabagalet, Rabu siang dihubungi Jurnal Nasional dari Padang. Banjir rob terbesar setelah gelombang tsunami 2010 menyapu daerah itu tidak menimbulkan korban jiwa. "Korban nyawa nihil, tapi 11 rumah warga rusak dan sarana publik seperti sekolah dan puskesmas pembantu, serta infrastruktur jalan dan jembatan juga rusak," ujar Yudas. Yudas tidak mengemukakan berapa miliar rupiah kerugian akibat banjir rob. "Biar nanti dihitung sekarang kami fokus selamatkan pengungsi dahulu," ucap Yudas. Pemkab dan jajarannya dibantu TNI/Polri tidak terlihat gagap menghadapi bencana, saat banjir Rob menyapu Siberut mereka satu koordinasi mengevakuasi warga. "Warga saat kejadian, langsung melakukan pengungsian baik ke gereja, sekolah, dan rumah warga yang dinilai aman untuk pengungsian menunggu rob susut," ujarnya. Untuk memenuhi kebutuhan pengungsi, masing-masing stok bantuan di tiga kantor camat Siberut Utara, Barat, dan Tengah langsung didistribusikan. "Bantuan kabupaten juga sudah kita kerahkan per 6 April lalu, bahkan bantuan obat-obatan dari Dinkes Provinsi Sumbar juga sudah sampai, malah tenaga medis di setiap kecamatan sudah membuka posko termasuk posko keliling dengan biduk (sampan) ke titik pengungsian," ungkap Yudas. Nihilnya korban dari terjangan banjir pasang di Siberut tidak lepas dari kearifan lokal turun-temurun di daerah tersebut. Warga membangun uma, yaitu rumah panggung dan di depannya ditambatkan sampan (biduk). Kalau tidak terjadi banjir pasang, biduk itu menjadi sarana transportasi mencari ikan dan sagu ke pedalaman Siberut. "Tapi ketika banjir rob terjadi biduk itu menjadi sarana evakuasi yang andal selamatkan warga," ujar Koordinator Manajer Pusdalops PB BPBD Sumbar Ade Edward. Pola kearifan lokal kesiapsiagaan dan evakuasi dini di Siberut itu, kata Ade Edward sudah terbangun sejak dahulu kala. "Warga di pulau itu menyadari, berdiam di daerah pulau dengan hamparan Samudera Hindia di depannya tentu rawan banjir pasang, sehingga rumah dan biduk syarat mutlak sebuah keluarga di sana," ujarnya. Dari Ngawi Jawa Timur (Jatim) diberitakan kendati banjir telah surut, namun warga diminta tetap waspada. Sebab, hujan deras masih berpeluang turun dan kembali menaikkan permukaan aliran air di Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. "Kami meminta pada warga untuk tetap siaga dan waspada banjir," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat Eko Heru Cahyono, Rabu (10/4). Meski peluang hujan masih ada, tetapi sejauh ini cuaca di bagian hulu dan sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo relatif tak mengkhawatirkan. Kewaspadaan yang perlu dijaga itu juga terjadi lantaran sejumlah peralatan peringatan dini banjir tak berfungsi. Padahal peranti tersebut memiliki peran vital memberi peringatan bagi warga ketika air bah datang. Eko kemudian mencontohkan. Tiga unit early warning system (EWS) banjir di tiga jembatan di Kecamatan Kwadungan semuanya tak bekerja dengan baik, sehingga ketika banjir datang, peringatan hanya dilakukan secara manual saja. Yakni menggunakan sarana komunikasi, seperti telepon seluler atau radio komunikasi untuk memberitahukannya ke wilayah-wilayah rawan. Peralatan peringatan dini banjir itu milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo dan Derah Aliran Sungai (DAS) Solo dengan pelaksana Perum Jasa Tirta I. Sehingga, jika ada kerusakan, instansi itulah yang seharusnya bertanggung jawab. Sedangkan pihak BPBD hanya memberikan laporan dan melakukan koordinasi. Selain dengan pihak yang memiliki otoritas di aliran Sungai Bengawan Solo, BPBD juga melakukan hal serupa dengan wilayah-wilayah lain. Tujuannya untuk mengetahui besar kecilnya potensi ancaman banjir. Seperti dengan Kabupaten Ponorogo, Madiun, maupun Karanganyar, dan Solo di Provinsi Jawa Tengah. Banjir juga telah merendam 22 desa di delapan kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sejak sepekan terakhir dengan ketinggian air antara 2 meter hingga 2,5 meter. Banjir itu telah menggenangi desa-desa di Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, Ketapang, Banjaran, Bojongsoang, Ciparay, Majalaya, dan Kecamatan Rancaekek, menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung, Marlan, di Rusunawa Baleendah, Selasa. Sebanyak 1.418 keluarga menjadi korban banjir, dan 4.779 orang mengungsi. Pihak berwenang telah menetapkan sebagai situasi tanggap darurat terkait banjir di wilayah Bandung Selatan tersebut. Status tanggap darurat sudah ditetapkan sejak 17 hari lalu dan diperpanjang tiga kali karena banjir yang sempat surut kembali meninggi. Adrian Tuswandi/David Eka Kuncara/Ant Post Date : 11 April 2013 |