|
[JAKARTA] Sebagai bentuk persiapan penanganan warga korban banjir air laut pasang (rob) posko pengungsian di tiga titik dibangun yaitu di Pluit Timur, lapangan Jakpro, dan kantor Kelurahan Penjaringan. Tiga posko itu telah disiapkan sejak Jumat (30/5). Demikian dikemukakan Kepala Suku Dinas Pembinaan Mental dan Kesejahteraan Sosial Jakarta Utara Tri Kurniadi kepada SP di Jakarta, Selasa (3/6). "Posko di kantor Kelurahan Penjaringan merupakan posko terpadu, sedangkan dua posko lainnya adalah penampungan," kata Tri. Sejak Senin malam rob sudah mulai datang. Namun Selasa (3/6) siang kembali surut. Begitu juga pada Selasa malam, rob kembali datang dengan ketinggian mencapai dua meter. Sejumlah jalan dan permukiman warga di kawasan Jakarta Utara terendam. Akses lalu lintas terputus. Tetapi pada Rabu (4/6) dini hari, air itu mulai surut. Di Kantor Kelurahan Penjaringan pada Selasa (3/6) malam didirikan satu tenda untuk warga yang mengungsi dan satu tenda sebagai dapur umum. Selain itu terdapat satu mobil yang beroperasi keliling sebagai dapur umum dan pengobatan. Disiapkan pula delapan perahu dilengkapi ban dan pelampung dari Palang Merah Indonesia (PMI) dan Kodim yang antara lain berfungsi mendistribusikan makanan untuk warga yang enggan mengungsi. Penanganan warga korban rob dibantu 20 relawan. "Belajar dari tahun sebelumnya serta adanya prediksi rob dari BMG dan Janhidros, tahun ini kami lebih matang dalam peningkatan antisipasi dan persiapan. Karena warga telah menerima surat edaran dari lurah dan Ketua RT mereka melakukan antisipasi sendiri," tutur Tri. Perihal warga yang enggan mengungsi, menurut Tri disebabkan mereka terbiasa dengan rob dan adanya loteng sebagai tempat penampungan sementara barang-barang mereka. Sebagaimana yang dituturkan Aryo, warga RT 17 RW 17 Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, setiap rob datang, keluarganya membuat panggung dalam rumah untuk menyelamatkan barang-barang. Sempat Dua Meter Ketinggian air di jalan depan Apartemen Mitra Bahari pada Rabu (4/6) sekitar pukul 02.00 WIB berkurang menjadi 10 cm. Sebelumnya ketinggian air mencapai 20 cm. "Jika air di depan Apartemen Mitra Bahari turun, artinya rob tidak akan datang. Tinggi rendahnya air di sana adalah tolak ukur datangnya rob. Penyebabnya, di samping Apartemen Mitra Bahari terdapat Kali Sunda Kelapa. Jika air dari Kali Sunda Kelapa meluber ke jalan bisa dikatakan itu puncak rob," papar Agus, warga RT 22 RW 17 Kelurahan Penjaringan. Dikatakan, pada Selasa (3/6) sekitar pukul 20.00 WIB, air di Muara Baru telah mencapai ketinggian dua meter, namun beberapa jam kemudian berangsur turun menjadi 60 cm. Hingga pada Rabu (4/6) dini hari turun menjadi 30 cm. Menurut Tri saat air mencapai ketinggian dua meter, belum ada warga yang mengungsi ke Kantor Kelurahan Penjaringan. Pantauan SP pada Rabu (4/6) dini hari, akibat genangan air setinggi 30 cm di Muara Baru warga dari wilayah di luar Muara Baru yang hendak membeli ikan di Tempat Pelelangan Ikan Muara Baru kesulitan. Mereka harus melewati jalan di samping Gedung Pompa Waduk Pluit. Tak hanya itu, sepeda motor dan becak tidak bisa melewati jalan itu. Agar air tidak memasuki rumah warga, di setiap mulut gang warga mendirikan pertahanan dengan batu bata. "Pertahanan yang dibuat warga itu membuat air pasang yang datang seluruhnya membanjiri jalan menuju Tempat Pelelangan Ikan," kata Agus. Menurut Ketua Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban yang dibentuk Polsek Penjaringan Jakarta Utara, rob membuat 60 persen dari sekitar 80 perusahaan produksi ikan di Muara Baru pada awal 2008 gulung tikar. Penyebabnya, daratan yang lebih rendah dari lautan membuat setiap rob air membanjiri pabrik. Pekerja pun memilih absen kerja sebab saat rob mereka harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk becak yang dinaiki. "Sampai sekarang air yang membanjiri pabrik itu belum surut. Menjadi seperti danau," ujar Agus Dijelaskan, sebelum 2002 Muara Angke selalu menjadi langganan rob. Pada 2002, dengan dibangunnya tembok setinggi 1,5 meter sebagai penahan air laut pasang, berfungsinya pompa air yang berfungi membuang air laut yang masuk ke darat kembali ke laut, dan ditutupnya celah gorong-gorong ketika air laut naik, menjadikan Muara Angke tidak pernah mengalami rob hingga kini. Sebaliknya, Muara Baru yang sebelum 2002 tidak pernah mengalami rob sejak 2002 menjadi langganan rob. Menurut Agus, penyebabnya, sebelum 2002 dataran Muara Baru lebih tinggi dari pada lautan namun kini dataran lebih rendah dari pada lautan dan tidak ada penahan air laut. "Sebenarnya Muara Baru ini tidak bisa lagi ditinggali," keluh Agus. [IGK/Y-4] Post Date : 04 Juni 2008 |