|
Banda Aceh, Kompas - Sebanyak 15-40 persen sampah di Banda Aceh yang dihasilkan bencana tsunami 26 Desember 2004 lalu memiliki nilai ekonomis. Dari 7-10 juta meter kubik sampah di Banda Aceh, diperkirakan 1,5-3 juta meter kubik dapat didaur ulang. Asian Tsunami Disaster Task Force United Nations Environment Programmee (UNEP) Jon Godson, Rabu (29/6), mengatakan hal ini. Limbah yang didaur ulang itu laku dijual di pasaran dengan harga moderat 6,5 dollar AS per meter kubik. Dengan demikian, penjualan limbah sebanyak 1,5-3 juta meter kubik akan menghasilkan dana sebesar 9,75-19,5 juta dollar AS atau setara dengan Rp 93-185 miliar pada posisi kurs Rp 9.500 per dollar AS. Sebagian limbah tsunami mengandung risiko yang berbahaya terhadap manusia dan lingkungan. Namun, sebagian lainnya memiliki nilai ekonomis karena terdiri dari sumber material yang berharga, kata Godson. Adapun limbah yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan, antara lain, limbah rumah sakit, tembok, kayu, minyak, asbes, sampah sisa makanan, dan sampah yang mengandung bahan kimia. Risiko yang ditimbulkan sampah jenis ini adalah munculnya berbagai jenis penyakit akibat perkembangbiakan nyamuk dan tikus yang cukup cepat, terluka akibat tergores, abrasi, dan terkena runtuhan. Selain itu, limbah ini juga mencemari lautan, mengganggu akses pejalan kaki dan kendaraan, serta menyumbat saluran got dan gorong-gorong. Sedangkan sampah yang memiliki nilai ekonomis seperti potongan logam (besi, baja, tembaga, perak, aluminium), kertas, kaca, baterai, dan peralatan listrik. Harga moderat untuk limbah jenis ini adalah 6,5 dollar AS atau sekitar Rp 61.750 per meter kubik. Selain bernilai ekonomis, Godson mengatakan, kegiatan membersihkan dan mendaur ulang limbah tsunami akan membuka peluang kerja bagi pengangguran di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Namun, penting diperhatikan kesehatan dan keselamatan para pekerja, yaitu dengan mengidentifikasi bahaya, manajemen kerja, dan memberi perlengkapan perlindungan kerja. Diusulkan, setiap pekerja pengolahan limbah harus diberikan sepatu bot, helm, pelindung telinga, sarung tangan, dan berpakaian mencolok. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah NAD Arsyiah Arshad mengatakan, pengolahan limbah tsunami sudah mulai berjalan dan dipusatkan di Kampung Jawa, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Dalam waktu dekat pusat pengolahan limbah juga dibuka di Aceh Besar. Godson menambahkan, dalam jangka panjang kegiatan daur ulang akan membangun sistem pengolahan limbah berkelanjutan di Indonesia. (REI) Post Date : 30 Juni 2005 |