|
Jakarta, Kompas - Setelah bertahun-tahun dikelola swasta asing, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengambil alih saham PT Palyja, salah satu operator air bersih. Pembelian ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan air bersih di Ibu Kota. Rencana ini secara resmi disampaikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di depan delegasi Kementerian Perdagangan Luar Negeri Perancis saat mengunjungi Balaikota, Selasa (4/6). ”Rencana ini tidak main-main. Kami serius karena ini soal prinsip. Kami siapkan dana pembelian saham,” kata Jokowi. Sebanyak 40 delegasi Perancis mengunjungi Balaikota. Delegasi dipimpin Menteri Perdagangan Luar Negeri Nicole Bricq. Pertemuan terbagi dua, delegasi pemerintah bertemu Jokowi, delegasi bisnis bertemu Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Rencana pembelian saham PT Palyja oleh Pemprov DKI menjadi tema utama. Palyja merupakan salah satu operator air bersih di DKI yang beroperasi sejak tahun 1997 selain PT Aetra. Sebanyak 51 persen saham Palyja dimiliki swasta Perancis, Suez Environment, sisanya swasta nasional. Sebelumnya, Palyja berencana menjual saham mereka ke perusahaan Filipina, Manila Water. Rencana pembelian ini, disebut Jokowi, sebagai langkah ”baik-baik.” Namun, jika Palyja tidak bersedia menjual sahamnya, Pemprov DKI akan menggunakan rencana kedua. ”Jurus kedua itu tidak akan kami sampaikan di sini,” kata Jokowi. Menurut Jokowi, ini merupakan keputusan besar. Tujuannya agar pengelolaan air untuk kepentingan rakyat, bukan berorientasi mengejar keuntungan. ”Kita harus berani,” ujarnya. Pembelian saham operator air bersih oleh Pemprov DKI ini dimungkinkan. Dalam perjanjian kerja sama dengan PT Palyja dan PT Aetra disebutkan, pembelian saham bisa dilakukan setelah 10 tahun berjalan. ”Ketika menginjak 10 tahun, saya sudah mendorong pemerintah membeli saham operator. Namun, saat itu belum berani,” ujar ahli hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali. Secara terpisah, Meyritha Maryanie dari Humas PT Palyja mengatakan, manajemen Palyja tidak mengetahui rencana tersebut. Pihaknya juga tidak hadir di Balaikota. ”Kami tidak memiliki kewenangan atas penjualan atau pengambilalihan saham. Manajemen tetap berkomitmen utuh melayani masyarakat,” ujarnya. Beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta juga menggalang dukungan warga. Mereka adalah LBH Jakarta, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kiara, Kruha, dan Solidaritas Perempuan Jabotabek. ”Data Badan Pusat Statistik 2010, hanya 34,8 persen warga Jakarta yang terlayani air minum bersih. Ini membuktikan buruknya kinerja operator swasta,” kata Tama S Langkun dari ICW. Koalisi juga membuka kesempatan bagi setiap warga Ibu Kota menyumbang uang. Dana yang terkumpul akan diberikan kepada Gubernur DKI untuk membantu mengambil alih pengelolaan air bersih dari swasta. Berdasarkan laporan Public Service International Research Unit di Inggris, per Februari 2011 sudah ada 51 kota di Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Kanada, dan lainnya melakukan terminasi kontrak. (ndy/nel) Post Date : 05 Juni 2013 |