|
OPERATOR air bersih PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) mengungkapkan, pasokan air baku untuk sebagian wilayah Ibu Kota mengalami krisis. Sebab, kebutuhan air baku saat ini hanya tergantung pada Waduk Jatilihur milik Perum Jasa Tirta (PJT) II. Corporate Communications and Social Responsibilities Division Head Palyja, Meyritha Maryanie, mengatakan, pasokan air baku selama ini sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Jakarta. “Jika stasiun pompa yang mengalirkan air baku menuju Instalansi Pengolahan Air (IPA) milik Palyja mengalami gangguan, maka distribusi air bersih kepada para pelanggan akan terganggu,” katanya, Selasa (22/4). Diungkapkan, saat ini pasokan air baku dari dalam kota hanya dari Pejaten Timur dan Cilandak, namun kedua sumber air baku itu kini tidak beroperasi. “Suplay air bersih sangat minim, di Cilandak masih beroperasi tetapi pasokannya tidak maksimal, sementara yang di Pejaten Timur tidak bisa diharapkan,” ujarnya. Meyritha berharap, siapapun yang akan menjadi pemilik Palyja diharapkan mampu menambah pasokan air baku. “Kami hanya bisa menunggu kepastian dari akuisisi ini. Tidak masalah siapa yang akan menjadi pemilik Palyja. Tetapi, yang pasti, pemilik Palyja harus mampu menyediakan penambahan air baku untuk meningkatkan distribusi air bersih bagi pelanggan,” katanya. Dikatakan, pemilik baru Palyja harus mampu membangun sumber pasokan air baku di dalam Jakarta. Sehingga, pasokan air baku tidak bergantung pada Waduk Jatiluhur. “Pemilik baru Palyja harus dapat menghidupkan kembali pasokan air baku seperti di Pejaten Timur dan Cilandak, supaya pasokan air baku bertambah,” ujarnya. Agenda Prioritas Direktur Utama PT Jakarta Propertindo, Budi Karya Sumadi, mengatakan, peningkatan pelayanan air bersih Palyja akan menjadi agenda prioritas setelah diakuisisi. Langkah pertama yang dilakukan setelah diakuisisi adalah melakukan rebalancing kontrak Palyja. “Setelah akuisisi berhasil, kami akan segera melakukan rebalancing dengan PAM Jaya. Saya juga sudah bertanya kepada Dirut PAM terkait isi kontrak. Sebab, tujuan utama pengambilalihan Palyja bukan masalah uang, melainkan mengembalikan pengelolaan air kepada pemerintah. Dengan begitu, layanan air bersih di Jakarta akan makin membaik,” kata Budi. Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya Sri Kaderi menegaskan, pihaknya sangat mendukung langkah pembelian Palyja oleh PT Jakpro. Karena, jika harus membatalkan kontrak, cost yang dikeluarkan akan lebih besar: lebih dari Rp3,6 triliun. Sementara, pembelian saham anggaran hanya membutuhkan kurang dari Rp1 triliun. Kontrak: 25 tahun Sekadar informasi, PT Palyja menyepakati kontrak kerja sama dengan PAM Jaya selama 25 tahun, mulai 1 Februari 1998. Palyja melayani pasokan air bersih ke wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, serta sebagian wilayah Jakarta Utara dan Pusat. Pemegang saham terbesar Palyja adalah Suez International: 51 persen, dan Astratel: 49 persen. Sementara PT Aetra Air Jakarta mengelola, mengoperasikan, memelihara sistem penyediaan air bersih, dan melakukan investasi di wilayah timur Jakarta (sebagian Jakarta Utara, sebagian Jakarta Pusat, dan seluruh Jakarta Timur). Aetra melakukan kontrak kerja sama dengan PAM JAYA selama 25 tahun, 1998-2023. Pemegang saham Aetra adalah Acuatico Pte Ltd dengan kepemilikan sebesar 95 persen, dan PT Alberta Utilities: 5 persen. Fauzan Hilal Post Date : 23 April 2014 |