|
SEMARANG - Sedikitnya 24 kabupaten/kota di Jawa Tengah sampai Minggu (5/2) dilanda banjir dan tanah longsor, serta beberapa bencana lainnya. Terutama banjir telah menenggelamkan belasan ribu hektare area sawah milik petani di kawasan pantai utara Jateng. Sesuai dengan data yang dihimpun Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Jateng, bencana itu melanda Brebes, Boyolali, Kendal, Purworejo, Demak, Banjarnegara, Kebumen, Pemalang, dan Grobogan. Kemudian Sukoharjo, Purbalingga, Karanganyar, Cilacap, Wonosobo, Sragen, Wonogiri, Pati, Kudus, Kota Semarang, Kota Tegal, Kabupaten Pekalongan, Rembang dan Jepara. Bencana banjir sebagian merendam beberapa kabupaten yang selama ini menjadi gudang gabah di pantai utara, misalnya Demak, Pati, Kendal, Kudus, Grobogan, dan Demak. Dampak bencana itu diperkirakan menimbulkan kerugian sampai puluhan miliaran rupiah, termasuk kerugian sarana infrastruktur. ''Banjir sekarang masih melanda Kudus dan Pati. Kami masih mendata kerugian karena laporan dari kabupaten/kota sebagian belum masuk,'' jelas Sumarsono, Kepala Subbagian Penanggulangan Bencana Bakebanglinmas. Bencana tahun ini dirasa berbeda. Belasan ribu sawah di pesisir timur Jateng terendam rata-rata lebih dari seminggu. Padahal, ketahanan padi yang telah berisi tidak akan melebihi empat hari. Akibatnya, banyak petani terutama di sepanjang Pati, Kudus, dan Kendal rugi lantaran gagal panen. Persoalan kegagalan panen dikhawatirkan tak hanya berdampak pada stok pangan semata. Namun selain korban sawah, juga korban sosial dan material yang dialami petani cukup besar. Penuturan Guretno dari Serikat Petani Pati (SPP) menggambarkan kekecewaan 3.000 petani gurem yang menggarap persawahan di kecamatan yang terendam banjir. Tiga kecamatan itu adalah Sukolilo, Kanjeng, dan Jatenan yang luasnya hampir mencapai 2.000 ha. ''Pada saat siap panen, padi disapu banjir sampai lebih dari seminggu. Padahal, saat ini persediaan beras tidak ada dan biaya operasional tinggi. Modal tidak kembali. Sementara petani gurem yang menggarap sawah milik orang sama sekali tidak mendapatkan hasil,'' jelas dia. Guretno menjelaskan, selama ini petani di sekitar Saluran Juwana 2 (JU2) amat tergantung pada pompa, lantaran tidak ada irigasi teknis. Untuk mengalirkan air, bahan bakar pompa berupa solar harus dibeli hingga ratusan juta secara beriuran untuk 200 ha. Namun sebelum panen dinikmati, sawah mereka sudah rusak duluan. Sementara itu, pada umumnya petani penggarap mengerjakan lahan dengan imbalan dari padi hasil panen. Karena tidak ada yang dipanen, penghasilan mereka pun raib. Nasib yang sama dialami petani kecil yang luas sawahnya hanya sekitar 3.000 m2. Bila asumsi 1 ha menghasilkan 6 ton padi, maka 2.000 ha sawah yang rusak merugikan sekitar 12.000 ton padi. Jumlah itu cukup untuk menghidupi petani. ''Saat ini belum ada bantuan ke petani gurem, karena itu SPP iuran sendiri. Petani yang lahannya tidak kena bencana menyuplai beras ke petani yang kebanjiran,'' papar dia. Stok Aman Akan tetapi secara kuantitas, menurut pejabat Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Gubernur Jateng, kegagalan itu diperkirakan tak memengaruhi stok pangan regional. Paling tidak, menurut Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) Jawa Tengah Bambang Supriyadi, kerusakan sawah hanya sekitar 5% dari total luasan panen. Total sawah puso (gagal panen) diperkirakan 8.000 ha, padahal area yang akan panen raya masih melebihi 100.000 ha. Apalagi titik-titik puso dinilai hanya pada daerah tertentu, yakni sebagian pantura timur Jateng dan pesisir selatan, seperti Banyumas dan Cilacap. Selama ini konsentrasi sumber pangan di Jateng tengah seperti Sukoharjo, Sragen, dan Klaten. Di sisi lain, bencana itu bersifat merata, karena anomali iklim. Setidak-tidaknya, ungkap dia, musim panen setiap November, Desember, dan Januari memang selalu mengalami gangguan. Sebagai perbandingan, panen awal tahun 2005 hanya sekitar 147.300 ton beras, sedangkan Februari mencapai 465.917 ton. Jumlah yang hampir sama pada Januari ini mencapai 140.283 ton. ''Berdasarkan asumsi, kuota itu tentu saja minus untuk memenuhi kebutuhan rutin 256.330 ton per bulan. Akan tetapi Jateng memiliki masa surplus mulai Maret-Agustus. Dalam setahun, jumlah kelebihan stok beras itu bisa mencapai 1,2 juta ton,'' jelas dia. Di pasaran, suplai besar sesungguhnya tidak murni dipasok oleh daerah-daerah Jateng. Namun pasokan beras juga didapatkan dari tetangga provinsi seperti Jawa Barat. Untuk masyarakat miskin, kebutuhan pangan mereka dipasok oleh Bulog melalui raskin. Kondisi itu menepis kekhawatiran berkurangnya stok pangan di Jateng. Menurut Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Gatot Adjisoetopo, pasokan diprediksi bertambah bersamaan dengan panen raya bulan depan. ''Tahun kemarin termasuk tahun basah sehingga banyak lahan yang ditanami. Karena itu, panen raya tahun ini akan maju pada bulan Februari-Maret. Biasanya panen raya dilakukan pada April-Mei,'' ujar Gatot. Gubernur Jateng H Mardiyanto menuturkan, bencana banjir yang merendam sawah para petani tidak mengganggu panen. Pemprov masih bersyukur karena sepanjang tahun justru terjadi pergeseran gabah dari Jateng dengan mengirim ke Jabar. Ini tentu menguntungkan petani sehingga Pemprov tidak bisa melarang. Meski begitu, Gubernur mengingatkan untuk terus menjaga stok Jateng ini. ''Yang ada di Dolog jangan sampai kurang.'' Menurut dia, perhitungan tahunan Jateng selalu surplus. Dia mencontohkan pada tahun 2005 agak meleset sedikit besaran surplusnya. Semula diperkirakan surplus 1,4 juta ton tapi ternyata 1,395 juta ton. ''Meleset lima ton, tapi itu merupakan suatu keuntungan dan keunggulan Jateng,'' tutur dia. Dikatakannya, kemungkinan pada Maret hujan sudah reda. Bagi para petani yang tanamannya rusak dan ingin menanam kembali, Pemprov sudah memikirkan untuk membantu bibitnya. Adapun Presiden DPP Partai Keadilan Sejahtera di Semarang, Minggu, menjelaskan, surplus beras di Indonesia pada Februari ini 3,7 juta ton. Surplus yang cukup besar ini akan naik terus, karena di sejumlah daerah mulai melakukan panen raya pada akhir bulan ini. Diperkirakan surplus akan meningkat sampai 5-6 juta ton beras. ''Jadi kami yakin surplus beras termasuk di wilayah Jateng ini,'' kata dia di sela-sela menghadiri Muswil PKS. Karena itu, terhadap langkah impor beras yang dilakukan Pemerintah pihaknya sangat tidak menyetujui. PKS telah mengirim tim ke Vietnam untuk melakukan investigasi kondisi beras yang diimpor dari negara itu. Akhir Februari Angin kencang dengan kecepatan 30 knot atau setara 50 km/jam diperkirakan masih terjadi di wilayah pantai utara (pantura) dan pantai selatan Jawa, hingga akhir Februari mendatang. Potensi angin kencang disertai curah hujan tinggi dan petir ini merata mulai dari Lampung sampai Nusa Tenggara. Angin kencang disertai gelombang besar terjadi di perairan pantura dan pantai selatan Jawa. Di pantura, tinggi gelombang mencapai 2-3 meter. Sedangkan di perairan pantai selatan, tinggi gelombang lebih dari tiga meter. Itu sebabnya, pada saat ini nelayan paceklik karena tidak bisa melaut. Penjelasan itu disampaikan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Stasiun Klimatologi Jateng Drs Widada Sulistiya DEA. Angin kencang itu terjadi karena wilayah Australia masih musim panas, sejak Desember sampai Februari. Pada saat musim barat ini, biasanya muncul badai besar. ''Berdasarkan pemantauan BMG, selama Januari sudah terjadi empat kali badai di Australia. Badai ini juga memicu tingginya curah hujan di wilayah Lampung sampai Nusa Tenggara,'' tutur Widada. Selain angin kencang, puncak musim hujan terjadi pada Februari. Menurut Widada, musim hujan di wilayah timur Jateng seperti Rembang, Blora, Grobogan, dan Pati baru berakhir pada Maret. Adapun wilayah barat dan selatan meliputi Semarang bagian barat, Banjarnegara, Purbalingga, Temanggung, Wonosobo, Kebumen, Purwokerto, sampai Cilacap, masih akan diguyur hujan sampai Mei mendatang. ''Hujan yang masih turun sampai Mei dimungkinkan mengganggu masa panen petani. Sekarang saja banyak padi siap panen yang terendam air,'' imbuhnya. Sementara itu, beberapa wilayah diperkirakan baru memasuki musim kemarau setelah Mei. Widada menambahkan, prediksi musim kemarau baru akan disampaikan Maret mendatang. Musim hujan kali ini, lanjut dia, terbilang masih normal. Kendati masih normal, intensitas curah hujan di wilayah sepanjang pantura termasuk di atas rata-rata. Widada mencontohkan, curah hujan Januari di wilayah Cilacap di atas rata-rata. Di wilayah tersebut, curah hujan lebih dari 400 milimeter per hari atau lebih tinggi dari curah hujan rata-rata yang hanya 300-400 milimeter per hari. Wilayah lain yang curah hujannya sangat tinggi, lanjut dia, adalah Kota Semarang. Meski belum sampai tingkat ekstrem, curah hujan di Kota Semarang pekan lalu mencapai 152 milimeter per hari. Intensitas hujan itu mengakibatkan banjir dan tanah longsor di 29 kelurahan dan di 12 kecamatan. (G17,H12,H5-14t) Post Date : 06 Februari 2006 |