|
BOGOR, KOMPAS - Sejumlah komunitas peduli Ciliwung dari Bogor, Depok, dan Jakarta mendesak pemerintah untuk menangani persoalan sampah di hulu Ciliwung yang kian parah. Pemerintah diminta membangun instalasi pengolahan limbah cair dan sampah dengan melibatkan masyarakat setempat. Hal itu diutarakan Tedja Kusuma, Koordinator Ciliwung Puncak; Heri Yanto dari Komunitas Peduli Ciliwung Bogor, dan Sudirman Asun dari Ciliwung Institute, di Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (21/4). ”Sekitar 70 persen sampah di kawasan Puncak dibuang ke Ciliwung. Argumen itu bisa dipertanggungjawabkan,” kata Tedja saat menghadiri kegiatan ”Ciliwung Bersih” di Kali Cisampay, salah satu hulu Sungai Ciliwung di Kecamatan Cisarua. Dalam kegiatan mulung yang diikuti puluhan pegiat Ciliwung dan remaja dari Cisarua dan Megamendung di Kali Cisampay, terkumpul sampah sekitar 30 karung. Sampah itu ditemukan hanya 2 kilometer dari titik nol Kali Cisampay, dengan lama memulung sekitar 2 jam. Menurut Tedja, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Pemerintah Provinsi Jabar, ataupun pemerintah pusat belum melihat sampah di Ciliwung hulu sebagai sesuatu yang penting diatasi. Padahal, dampaknya dapat membuat banjir dengan sedimentasi, gunungan sampah yang menyumbat saluran air, serta menurunkan kualitas air Ciliwung. Terlebih, sebagian limbah cair dari peternakan sapi langsung dibuang ke Sungai Ciliwung tanpa pengolahan. Menurut Heri Yanto, masyarakat di Puncak membuang sampah ke Ciliwung karena tidak memiliki alternatif lokasi pembuangan sampah yang memadai. Selama persoalan sampah di Ciliwung tidak ditangani dari hulu, sukar membersihkan Ciliwung di wilayah tengah ataupun hilir. ”Puncak itu tempat rekreasi orang Jakarta. Sadar atau tidak, mereka juga turun memberi beban lingkungan. Kalau setiap orang membuang sampah setengah kilogram saja selama berakhir pekan di Puncak, berapa banyak yang masuk ke Ciliwung,” tutur Sudirman Asun. Oleh karena itu, dia mendesak pemerintah turut memberdayakan komunitas-komunitas lokal untuk memberdayakan masyarakat, termasuk membangun kesadaran warga. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah tidak akan terlalu banyak berdampak jika tidak ada upaya nyata. Tangerang kewalahan Pemkab Tangerang juga meminta bantuan Pemerintah Provinsi Banten dan Kementerian Lingkungan Hidup RI untuk bersama-sama mengatasi masalah sampah yang melanda hilir sungai di sepanjang pantai utara. Volume sampah yang terbawa arus ketika sungai dari hulu meluap dan sampai ke hilir ataupun sampah dari laut yang menumpuk di pinggir pantai terus mengalami peningkatan. ”Masalah sampah ini tidak bisa ditangani Kabupaten Tangerang sendiri. Kami membutuhkan bantuan pemerintah pusat dan provinsi untuk menangani pencemaran sampah dari sungai dan laut ini,” tutur Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain. Pemkab Tangerang telah mengirimkan surat terkait masalah ini ke Kementerian Kelautan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Pemprov Banten. Zaki menegaskan, upaya Pemkab Tengerang menangani sampah di sepanjang pesisir utara, dari pantai Dadap hingga Kronjo, sudah maksimal. Namun, sampah dibawa aliran sungai dan gelombang laut, mengakibatkan masalah itu sulit dituntaskan. ”Sulit mengatasi permasalahan sampah ini kalau hanya mengandalkan anggaran dari daerah yang sangat terbatas,” kata Zaki. Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kabupaten Tangerang Agus Suryana mengatakan, ratusan armada pengangkut sampah telah dikerahkan untuk mengangkut sampah di pesisir. Akan tetapi, meski setiap hari diangkut, sampah tetap saja datang lagi. Sampah memenuhi hampir 51 kilometer di sepanjang pantai. Tumpukan sampah ada di empat titik, yakni Pantai Muara Tanjung Burung, Tanjung Pasir, Tempat Pelelangan Ikan Teluk Naga, dan Cituis (Pakuaji). (GAL/PIN) Post Date : 22 April 2013 |