|
Palu, Kompas - Sebanyak 23 desa yang tersebar di lima kecamatan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, dilanda banjir akibat hujan yang turun terus-menerus selama empat hari terakhir. Tidak ada korban jiwa maupun luka-luka akibat banjir itu, tetapi ratusan warga terpaksa mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. Kepala Dinas Sosial Buol Sukarno M Amas, Sabtu (15/9), mengatakan, banjir terparah terjadi di Kecamatan Momunu. Tujuh desa di kecamatan itu, yaitu Wakat, Pomayagon, Soraya, Guamonial, Taluan, Lamadong, dan Pajeko, terendam air setinggi satu sampai dua meter. Sampai kemarin sore genangan air di Wakat, Pomayagon, dan Soraya belum surut. Di Desa Guamonial, Taluan, Lamadong, dan Desa Pajeko banjir memang mulai surut, tetapi ketinggian air masih sekitar 75 sentimeter. Banjir yang cukup parah juga terjadi di Kecamatan Bokat, yaitu di Desa Bungkudu dan Negeri Lama. Di kedua desa itu rata-rata ketinggian air satu sampai 1,5 meter. Di 14 desa lainnya, yang tersebar di Kecamatan Bukal, Bunobogu, dan Kecamatan Tiloan, rata-rata ketinggian air 50 sentimeter sampai satu meter. Namun, kemarin sore banjir menyurut, tinggal setinggi lutut orang dewasa. Ratusan warga yang desanya mengalami banjir di atas satu meter kemarin terpaksa mengungsi ke rumah keluarga yang berada di tempat yang lebih tinggi. Warga yang desanya mengalami banjir di bawah satu meter bertahan di rumah masing-masing. Di Buol, sebagian besar warga pedesaan tinggal di rumah-rumah panggung sehingga banjir yang tingginya di bawah satu meter tidak masuk ke dalam rumah mereka. Perlu bantuan Sukarno mengatakan, pihaknya telah menyalurkan bantuan berupa makanan dan air bersih. Makanan disalurkan dengan menggunakan perahu karet dan perahu nelayan, sedangkan air bersih disalurkan dengan menggunakan mobil tangki. Namun, kata Sukarno, penyaluran bantuan berjalan lamban karena Pemerintah Kabupaten Buol hanya memiliki satu perahu karet dan satu mobil tangki. Padahal, bantuan harus disalurkan sejauh tujuh sampai 25 kilometer. "Kami sangat butuh bantuan perahu karet dan mobil tangki air karena harus menyalurkan bantuan ke 23 desa," katanya. Ia menambahkan, banjir di 23 desa itu adalah banjir rutin yang terjadi setiap kali turun hujan. "Untuk tahun ini saja sudah tujuh kali 23 desa itu mengalami banjir," kata Sukarno. Ketua Badan Kehormatan DPRD Buol Abdul Aziz Naukoko menambahkan, jika hujan turun satu sampai dua jam saja, 23 desa itu dipastikan mengalami banjir. Itu terjadi karena desa-desa tersebut tidak lagi memiliki daerah resapan air. Menurut Aziz, dalam 20 tahun terakhir peralihan fungsi hutan di Buol sangat pesat berkaitan dengan banyaknya perusahaan pemegang izin penebangan kayu (IPK) dan hak pengusahaan hutan (HPH) yang beroperasi di sana. "Setelah hutan-hutan di sini gundul, pengusaha itu lalu membuka perkebunan, bukannya melakukan reboisasi," katanya. Menurut Aziz, Pemerintah Kabupaten Buol dan pemerintah pusat sepatutnya mengkaji ulang izin-izin yang diberikan kepada pemegang IPK dan HPH demi keselamatan negeri ini. (REI) Post Date : 16 September 2007 |