23.683 Rumah dan 56.000 Hektar Sawah Terendam

Sumber:Kompas - 02 Agustus 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Makassar, Kompas - Setidaknya 23.683 rumah di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Nusa Tenggara Timur sepanjang Sabtu dan Minggu (31/7 dan 1/8) dilanda banjir akibat meluapnya Danau Tempe di Sulsel dan Sungai Benanain di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Selain rumah, tercatat pula sedikitnya 56.000 hektar sawah dan lahan produktif terendam setinggi 50 sentimeter hingga 3 meter.

Di Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone, Sulsel, tercatat 23.368 rumah tergenang air, membuat 684 jiwa (180 keluarga) di Wajo terpaksa mengungsi. Lahan sawah dan tanah produktif yang tergenang di Wajo 42.000 hektar dan di Bone 6.000 hektar.

Luapan Danau Tempe di Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, yang sebenarnya sudah berlangsung sejak sepekan lalu, Minggu (1/8) makin meningkat hingga mencapai ketinggian 3 meter di sejumlah tempat. Padahal, semula, ketinggian air cuma 50 cm.

Sementara itu, banjir Sungai Benanain di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, sejak Sabtu hingga Minggu mengakibatkan 315 rumah terendam, sedangkan 8.000 hektar sawah dan sekitar 12.000 hektar ladang produktif ikut terendam di Kecamatan Weliman, Weoe, dan Malaka Besar di Kabupaten Belu. Banjir dipicu oleh jebolnya tanggul yang dibangun pemerintah pada tahun 2004. Saat ini 2.725 pemilik 315 rumah yang terendam tersebut terancam kehilangan tempat tinggal.

Berdasarkan data Dinas Sosial Kabupaten Wajo, 20.123 rumah yang terendam berada di 10 kecamatan. Kebanyakan rumah yang dilanda banjir berada di kecamatan di sekitar Danau Tempe, seperti Tempe (4.242 rumah), Tanasitolo (2.565 rumah), dan Sabbangparu (4.163 rumah).

Menurut Katriadi (21), warga Desa Salomenraleng, Kecamatan Tempe, genangan air saat ini masih mencapai 3 meter. Warga setempat pun menyewa perahu nelayan untuk bekerja, sekolah, atau pergi ke pasar.

Menurut Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulsel Soeprapto Budisantoso, luapan Danau Tempe dipicu tingkat sedimentasi danau yang semakin tinggi dan saat ini mencapai 7 cm setahun. ”Kondisinya semakin buruk karena kawasan danau saat kering terus diubah menjadi permukiman, atau jalan permanen,” kata Soeprapto.

Dengan musim hujan berkepanjangan tahun ini, langkah ideal, menurut Soeprapto, adalah secepatnya mengeruk danau. Namun, hal itu harus dikoordinasikan dengan pemerintah pusat karena biayanya diperkirakan mencapai Rp 8 triliun.

Bupati Wajo Andi Burhanuddin Unru mengatakan, pemkab telah menghubungi beberapa daerah yang selama ini berkontribusi terhadap banjir di Wajo. ”Danau ini menjadi hilir beberapa sungai di Enrekang, Soppeng, Tana Toraja, Sidrap, dan Barru,” kata Burhanuddin.

Pemkab Wajo telah mendirikan posko untuk mengantisipasi dampak banjir. Sekitar 658 orang mengungsi.

Sebanyak 3.245 rumah yang terendam di Bone berada di lima kecamatan, yakni Ajangale, Cenrana, Dua Boccoe, Kajuara, dan Tellusiatinge. Banjir setinggi 70-80 cm hingga kemarin masih memutus jalan poros Bone-Wajo yang jaraknya 70 kilometer. Para pengendara harus memutar lewat Kecamatan Cabenge, Soppeng, yang berjarak sekitar 100 kilometer.

Secara terpisah, Kepala Tata Usaha Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar Sujarwo mengimbau warga di sekitar Bone dan Wajo tetap waspada. Musim hujan diperkirakan masih akan berlangsung hingga pertengahan Agustus.

”Masa berakhirnya musim hujan tampaknya mulur dari perkiraan. Sebaiknya warga tetap menyiapkan diri untuk mengungsi agar terhindar dari bahaya.” (RIZ/KOR)



Post Date : 02 Agustus 2010