|
Jakarta Pemerintah menawarkan kepada pihak swasta 22 proyek penyediaan air minum. Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Departemen Pekerjaan Umum Rachmat Karnadi menyatakan, sebanyak 22 unit proyek penyediaan air minum siap ditawarkan kepada swasta. Proyek-proyek ini untuk pertama kalinya ditawarkan pada ajang Infrastructure Summit II pada Juni mendatang. Sebenarnya masih banyak yang akan ditawarkan. Ini baru data sementara. Dalam Infrastructure Summit, jumlahnya bisa bertambah lagi, kata Rachmat kepada pers kemarin. Berdasarkan data Badan Pendukung, proyek penyediaan air minum tersebut tersebar di 13 kota dan sembilan kabupaten. Ke-13 kota itu mencakup Padang, Jambi, Pekanbaru, Dumai, Bandar Lampung, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Tegal, Semarang, Surakarta, dan Manado. Sedangkan proyek air minum yang tersedia di kabupaten tersebar di Bengkalis, Tangerang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung, Pemalang, Brebes, dan Gresik. Dari total 18 proyek yang sudah ada, total investasi yang dibutuhkan Rp 3,4 triliun. Pola investasi untuk proyek-proyek tersebut menggunakan pola build, operator, and transfer dan ada masa konsesi. Menurut Rachmat, swastanisasi penyediaan air minum ini dilakukan sejalan dengan ketetapan Peraturan Pemerintah Nomor 16/2005. Peraturan itu menyebutkan, per 1 Januari 2008, semua perusahaan air minum harus menyediakan air dengan kualitas langsung dapat diminum. Kebijakan ini tentu akan menimbulkan reaksi dari perusahaan air minum kemasan, karena mempengaruhi pangsa pasar mereka. Dia menjelaskan, penawaran pengelolaan system penyediaan air minum kepada swasta memang diperkenankan, bahkan tanpa harus bekerja sama dengan perusahaan daerah air minum. Swasta cukup bekerja sama dengan pemerintah daerah. Nilai investasi swasta juga tidak dibatasi. Yang menenderkan proyek tersebut, dia melanjutkan, pemerintah daerah dengan arahan dari Badan Pendukung. Kemudian pihak swasta yang memenangi tender bebas menentukan tariff air minum tanpa harus menyesuaikan dengan tarif PDAM. Jadi benar-benar diserahkan pada mekanisme pasar, tapi pemerintah tetap memantau tarif tersebut. Saat ini kebutuhan air minum di perkotaan yang bisa dipenuhi PDAM baru 39 persen. Itu pun dengan kualitas air yang kurang baik. Sebanyak 61 persen kebutuhan air minum belum dapat disediakan, baik oleh pemerintah daerah maupun PDAM. Untuk memenuhi kekurangan 61 persen tersebut, diperlukan investasi Rp 40 triliun. Dalam satu tahun, dibutuhkan Rp 4 triliun untuk mengelola kebutuhan air minum. Padahal, kata rachmat, kemampuan anggaran pemerintah setahun hanya Rp 600 miliar. Jadi tidak ada cara lain kecuali menyerahkan proyek ini ke swasta,ujarnya Post Date : 09 Februari 2006 |