|
Seorang lelaki membersihkan rumput di sebuah parit pada sebuah lahan kosong yang terletak di sebelah depo sampah Kelurahan Singotrunan. "Tinggal dua parit kangkung yang masih belum di panen. Sisanya delapan parit kangkung sudah di bagikan ke seluruh warga. Sepertinya hampir satu kelurahan kebagian kangkung dari sini, " ungkap lelaki tersebut, Jumat (11/7/2014) sambil tertawa. Achmad Efendi (36), warga jalan MT Haryono, merupakan pendamping dari Kelompok Pengelola Kebersihan Kota Barokah Mandiri yang berada di Kelurahan Singotrunan Kecamatan Kota Banyuwangi. Dia bersama 25 orang yang tergabung dalam Pasukan Kuning berusaha untuk memanfaatkan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar salah satunya adalah dengan dibuat pupuk organik. "Depo sampah di sini merupakan hasil dari dua kelurahan yaitu Kelurahan Singotrunan dan Pengantigan. Biasanya pasukan kuning yang saya sebut mitra mengumpulkan sampahnya sore hari. Sudah 3 bulan ini mereka sudah memilah sampah. Sampah yang organik lalu kami kelola untuk dijadikan kompos dengan sistem fermentasi anaerob," ujarnya sambil menunjukkan gundukan sampah yang ditutup dengan plastik. Sebagai uji coba, kompos yang sudah jadi digunakannya untuk menanam kangkung di lahan kosong yang sudah disewa dengan bibit yang disebar sebanyak setengah kilo. "Satu bulan kangkungnya sudah siap panen. Dan oleh mitra pasukan kuning dibagikan rata ke rumah-rumah warga. Ya sebagai awal agar mereka juga tertarik untuk mengelola sampah," tambahnya. Menurut lelaki yang akrab dipanggil Pepeng tersebut, sampah yang dihasilkan setiap bulan di depo tersebut antara 10 sampai 12 ton. Sedangkan pasukan kuning sendiri setiap bulan hanya mendapatkan gaji kisaran antara Rp 400.000 sampai Rp 500.000. "Mereka mendapatkan bayaran saat memungut sampah setiap bulannya 5.000 rupiah per KK. Nah dengan cara seperti ini harapannya mereka mendapatkan penghasilan lebih," tambahnya. Bahkan agar mitra pasukan kuning tersebut tertarik untuk memanfaatkan sampah, Pepeng membeli sampah organik yang dikumpulkan dengan harga Rp 50 per kilo. "Di dunia pemberdayaan pendamping memang harus membuktikan dulu kepada mereka. Nah jika mereka sudah tertarik maka kita tinggal ngajarin. Karena yang kita buat kompos ini adalah sampah nyata dari rumah tangga" jelasnya. Selain pemanfaatan sampah dengan membuat kompos, dia juga memanfaatkan sisa makanan untuk ternak ayam dan juga berencana untuk membuat bank sampah untuk sampah anorganik. "Kenapa harus membuat bank sampah untuk para pasukan kuning? Karena hal ini untuk memutus mata rantai sistem ijon. Mereka biasanya dipinjami uang terlebih dahulu oleh tengkulak dan mereka harus menyetorkan sampah anorganik dan tentunya harganya jauh berbeda. Kasihan kan mereka. Bahkan hutangnya belum lunas dipinjami lagi," ujar Pepeng. Lelaki tersebut juga menunjukkan satu lahan yang rencananya akan digunakan untuk budidaya cacing sutra dan cacing lumbricus. "Tanah kompos yang didapatkan dari cacing lumbricus harganya tentu lebih mahal. Cacingnya juga bisa dijual sehingga bisa menambah penghasilan pasukan kuning," jelasnya. Namun yang terpenting bagi Pepeng adalah bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan sampah untuk sesuatu yang lebih berguna. "Siapa yang menghasilkan sampah? Manusia kan? Nah karena itu manusia juga yang harus memanfaatkannya," pungkas Pepeng. Post Date : 11 Juli 2014 |