|
GROBOGAN -- Dampak musim kemarau mulai dirasakan warga di sedikitnya 15 kecamatan, yang ada di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, dampak kemarau sudah terjadi di 120 desa. Sebagian sumber air bersih warga seperti sendang, sumur gali, dan sungai yang ada di desa-desa itu mulai mengering. Kondisi terparah sudah dialami warga Kecamatan Ngaringan, Pulokulon, Gabus, dan Kecamatan Kra denan yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Blora. "Untuk menda patkan air bersih, warga membuat cerukan di sungai-sungai yang mengering," ungkap Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Grobogan Titi Rahayuningsih, Ahad (7/9). Beberapa warga di empat kecamatan itu, kata Titi, masih memanfaatkan sumur-sumur resapan yang dibuat oleh pihak BNPB pada 2013. Titi menyebut wilayah Kabupaten Grobogan menjadi salah satu daerah langganan kekeringan di Jawa Tengah. "Bantuan sumur resapan ini memang didesain untuk mengantisipasi krisis air bersih dampak musim kemarau di wilayah kami," jelasnya. Saat ini, ke-15 kecamatan yang telah terdampak meliputi Kecamatan Gabus, Kradenan, Ngaringan, Pulokulon, Wirosari, Tawangharjo, Purwodadi, Grobogan, Brati, Toroh, Geyer, Penawangan, Karangrayung, Tanggung harjo, dan Kecamatan Kedungjati. Untuk membantu warga, pihak BPBD bersama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Grobogan telah menyalurkan air bersih. Krisis air bersih juga dialami puluhan kepala keluarga warga Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga. Salah seorang warga Kumpulrejo, Supriyati (46), mengaku, krisis air bersih ini sudah berlangsung selama dua bulan terakhir. Saat ini, kata Supriyati, antrean jeriken dan ember menjadi pemandangan yang dapat disaksikan sehari-hari di jalan- jalan umum Kelurah an Kumpulrejo. Di jalan-jalan umum, warga menunggu bantuan pasokan air bersih yang disediakan oleh Pemerintah Kota Salatiga. "Hari ini (kemarin), air bersih dikirim satu tangki oleh PMI Jawa Tengah," ujar Supriyati. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ancaman kekeringan bahkan membuat BPBD Bantul berencana mengeluarkan surat edaran menyusul meluasnya wilayah yang mengalami kesulitan air akibat kemarau. "Musim kemarau diperkirakan masih berlangsung sampai Oktober," kata Kepala BPBD Ban tul Dwi Daryanto kemarin. Dwi menerangkan, empat dari 75 desa di Kabupaten Bantul mengalami kekeringan akibat kemarau. Desa-desa yang paling parah dilanda kekeringan yakni Desa Selo pamioro dan Wukirsari di Keca - matan Imogiri, Desa Srimartani, dan Desa Srimulyo di Kecamatan Piyungan. Fenomena kekeringan juga terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat. Mengeringnya sumur-sumur milik sejumlah warga di Kabupaten Cirebon mengkibatkan warga harus membeli air bersih dari pedagang air keliling. Kondisi itu seperti yang dialami Dawud (34), warga RT 02, RW 01, Desa Gua Kidul, Kecamatan Kaliwedi. Dia mengatakan, sumur di rumahnya mulai mengering sejak dua pekan lalu. Beberapa warga Kampung Cicariu Wetan, Desa Batu Tumpang, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwa - karta, belakangan bahkan harus mandi dengan air keruh. Kecamatan Tegalwaru memang daerah langganan kekeringan tiap musim kemarau datang. "Biasanya, air (keruh) ini kami pakai untuk mandi dan mencuci," kata Khadijah, seorang warga. Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edvin Aldrian menerangkan, musim kemarau pada tahun ini berlangsung sejak Agustus hingga Oktober. "Puncak kemarau bulan ini sampai Oktober." (ita nina winarsih/c71/antara, andri saubani).Bowo Pribadi, Lilis Sri Handayani) Post Date : 08 September 2014 |