SURABAYA– Kekurangan air di berbagai wilayah di Jawa Timur (Jatim) semakin mengkhawatirkan. Total sudah 21 dari 38 kabupaten/kota di Jatim yang melaporkan wilayahnya kekurangan air.
Data yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, setidaknya ada 417 desa di 136 kecamatan pada 21 kabupaten yang dilanda kekeringan. Jumlah itu masih bisa bertambah jika musim kemarau terus berlangsung hingga Desember 2011.
Pantauan di Madiun, puluhan warga Dusun Kedungrejo, Desa Mojopurno, Kecamatan Wungu terpaksa mengonsumsi air sungai yang keruh untuk keperluan sehari-hari. Ini akibat pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kurang pada musim kemarau kali ini. Para warga harus menyedot air sungai yang berjarak ratusan meter dari pemukiman. Mereka menggunakan pompa air dari mesin diesel dan ditampung di kolam yang sudah dibuat di lahan perkebunan maupun pekarangan rumah warga. ”Air PDAM sudah lama mati.
Pernah keluar tapi nggak lama mati lagi.Terpaksa kami menggunakan air dari sungai ini meski kotor,”kata salah satu warga,Sudarman,kemarin. PDAM Kabupaten Madiun beralasan kekurangan air. Direktur PDAM Kabupaten Madiun Subiyantoro mengatakan air tidak bisa mengalir lancar karena pihaknya memberlakukan sistem giliran.”Langkah itu ditempuh karena debit air baku PDAM mengalami penurunan selama kemarau,”ujarnya. Pasokan air di Kabupaten Malang juga mengalami penurunan. Akibat kemarau panjang, sebanyak 510 mata air bersih di Kabupaten Malang debit airnya menurun.Bahkan tidak sedikit sumber air yang mati total.
Kondisi ini juga berimbas bagi warga di Kota Malang. Selama ini PDAM juga mengandalkan mata air dari Kabupaten Malang. Sedangkan di Kabupaten Pasuruan, dua dari 24 kecamatan di Kabupaten Pasuruan, yakni di Kecamatan Winongan dan Lumbang mulai mengalami krisis air bersih. Dua kecamatan yang berada di lahan tandus ini harus bersusah payah untuk mendapatkan pembagian air bersih. Pasokan air dari sejumlah sumber air mulai mengalami penurunan debit.
Sementara kebutuhan air bersih masyarakat tidak bisa dikurangi.Mau tidak mau,penghematan penggunaan air bersih harus dilakukan. Jumadi,Kepala Desa Cukur Guling,Kecamatan Lumbang menyatakan,penghematan air ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat setempat. Pada saat musim sulit air bersih, masyarakat sudah terbiasa mandi hanya dengan satu timba. Sisa air itu, masih bisa digunakan untuk wudu.”Warga kami sudah terbiasa mandi dan wudu hanya dengan satu timba air. Masyarakat harus berhemat dan pintar-pintar menggunakan air bersih,”kata Jumadi.
Di Desa Tigasan Wetan Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo, masyarakat harus berjalan sekitar 2 KM untuk membeli air bersih. Setiap jeriken air,mereka harus membayar Rp 250. Menurut Saman, warga Dusun Pasar Arah, Desa Tigasan Wetan,Kecamatan Leces mengatakan, krisis air tersebut dialami setiap musim kemarau tiba. Untuk memenuhi kebutuhan air,warga setempat mengambilnya sejauh 2 KM di Dusun Krajan,dekat balai desa setempat.”Lima hari saja tidak turun hujan,warga sudah ambil air di Dusun Krajan,”katanya.
Warga Kabupaten Bojonegoro yang sejak beberapa hari kekurangan air, kemarin mendapat bantuan dari Pemprov Jatim. Sebanyak dua truk tangki air disalurkan untuk warga Desa Sumberejo Kidul di Kecamatan Sukosewu dan warga Desa Nglajang,Kecamatan Sugihwaras.Satu truk tangki itu mengangkut air bersih sekitar 5.000 liter.
”Bantuan air bersih untuk warga yang mengalami krisis air masih terus dilakukan,” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial dan Peningkatan Kesejahteraan Sosial Dinas Tenaga Kerja,Transmigrasi,dan Sosial Kabupaten Bojonegoro, Dwi Hartiningsih, pada SINDO, kemarin. Penyaluran air bersih untuk warga di Bojonegoro sudah dilakukan sejak 16 Agustus lalu. Hingga kini, sedikitnya ada 4.450 lebih kepala keluarga (KK) yang ada di 30 desa di 10 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang meminta bantuan air bersih. Bantuan air bersih diberikan secara bergilir.
Setiap hari,empat truk tangki dari Pemkab Bojonegoro keliling menyalurkan bantuan air bersih ditambah dua truk tangki bantuan dari Pemprov Jatim. Warga yang mengalami krisis air bersih yaitu di Kecamatan Bubulan,Kedungadem, Sugihwaras, Ngasem,Temayang,Kepohbaru, Sukosewu, Kasiman, Tambakrejo dan Purwosari.Kekeringan paling parah terjadi di Kecamatan Kedungadem yang melanda tujuh desa. Selain itu, di Kecamatan Ngasem yang melanda enam desa dan di Kecamatan Sugihwaras melanda empat desa.
Namun, di wilayah Kota Bojonegoro dan sekitarnya pada Rabu (14/9) petang terjadi hujan meski belum merata. Prakirawan dari Badan Metrologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda Taufik Hermawan mengatakan,panjang musim kemarau di Jatim tidak sama antara satu daerah dengan lainnya. Untuk beberapa daerah, hujan sudah mulai turun pada bulan September ini. Namun beberapa daerah lainnya diperkirakan kalau hujan baru mengguyur di akhir Desember mendatang.
”Sesuai dengan apa yang disampaikan BMKG Pusat, Jatim sendiri terbagi dalam enam zona. Datangnya musim hujan tidak sama antara satu zona dengan lainnya,” katanya kemarin.Namun dia memperkirakan pada akhir Desember mendatang semua kawasan Jatim sudah diguyur hujan.
Butuh Rp78 Miliar
Terpisah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim memperkirakan kekeringan di Jatim diprediksi terjadi hingga tiga bulan ke depan, atau hingga November mendatang. BPBD membutuhkan dana Rp78 miliar untuk mengatasi masalah kekeringan ini. ”Rencananya kami akan mengajukan dana penanggulangan bencana sebanyak Rp78 miliar ke BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Anggaran tersebut untuk pengadaan air bersih saja,” kata Kepala BPBD Jatim Siswanto kemarin.
Siswanto menjelaskan tingginya anggaran pengadaan air bersih itu sesuai dengan perhitungan jumlah penduduk yang terkena dampak kekeringan. Semua penduduk akan mendapatkan jatah air bersih gratis minimal untuk keperluan konsumsi dan mandi.Namun yang paling menjadi perioritas tentunya keperluan konsumsi seperti minum dan masak. ”Ada skala prioritas,namun dari pemetaan kami, skala prioritas itu ada 21 kabupaten dan semuanya sangat membutuhkan air bersih,” tandasnya.
BPBD kesulitan bergerak karena anggan sudah habis.Anggaran penanggulangan bencana di BPBD Jatim 2011 sebanyak Rp3,4 miliar. Dana tersebut kini tinggal menyisakan Rp150 juta saja.Sebagian dana bencana tersedot pada penanganan erupsi gunung Bromo beberapa waktu lalu. lutfi yuhandi/arie yoenianto/dili eyato/muhammad roqib
Post Date : 16 September 2011
|