|
JAKARTA, KOMPAS — Banjir di Jakarta masih belum dapat ditangani dalam waktu dekat. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Selasa (26/11), menyampaikan, butuh waktu tujuh tahun untuk menangani banjir di Jakarta. Normalisasi sungai yang menjadi solusi masih dihadapkan pada masalah relokasi warga yang bermukim di aliran itu. Menurut Basuki, permasalahan penanganan banjir di Jakarta tidak hanya terbatas pada menormalkan sungai dan saluran, tetapi juga harus merelokasi warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan saluran. Hal ini sangat terkait dengan rumah susun sederhana sewa sebagai tempat relokasi. ”Saya kira tahun ini tidak mungkin menangani banjir. Kunci normalisasi terletak pada pembangunan rumah susun karena Pak Gubernur tidak ingin menggusur tanpa merelokasi. Kita semua tahu hampir seluruh saluran sungai besar dan sungai kecil diduduki warteg, rumah, sampai kios PKL,” kata Basuki. Suka tidak suka semua bangunan itu harus dibongkar. Akan tetapi, pembongkaran tetap harus menunggu tersedianya rumah susun. ”Kami bukannya tebang pilih. Selama ini masih ada yang kami biarkan karena rusunnya belum siap,” katanya. Dia juga mengakui, banyak bangunan, seperti mal, apartemen, dan kompleks perumahan, yang melanggar aturan tata ruang karena letaknya di sempadan sungai. Namun, saat membangun mereka mengantongi izin. Mau tidak mau Pemprov DKI Jakarta harus membelikan lahan di tempat mal, apartemen, atau kompleks perumahan itu berdiri jika ingin membongkarnya. Selain itu, pihaknya juga meminta agar Pemprov Jawa Barat merekayasa cuaca di Bogor. Sebab, hujan di daerah Bogor berdampak langsung terhadap Jakarta yang menjadi hilir sejumlah sungai yang hulunya di Bogor. ”Harus ada persamaan persepsi dulu, siapa yang harus mengirim surat (permintaan rekayasa cuaca) ke BPPT,” kata Basuki. Bangunan dibongkar Untuk mengurangi potensi banjir, Pemerintah Kota Jakarta Pusat membongkar sejumlah bangunan di atas saluran air, Selasa. Pembongkaran dilakukan di RW 007 dan RW 008, Kelurahan Harapan Mulya, Kecamatan Kemayoran. Bangunan yang dibongkar kebanyakan merupakan rumah dan warung makan. Wakil Camat Kemayoran Uus Kuswanto mengatakan, ada 42 bangunan di wilayah itu yang akan dibongkar secara bertahap. ”Saat ini, memang belum semua bangunan kami bongkar. Namun, dalam waktu 10 hari ke depan akan kami bongkar semua.” Menurut Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat Herning Wahyuningsih, pembongkaran itu untuk memudahkan pengerukan dan perawatan saluran air. Selama ini, bangunan itu membuat saluran air tidak bisa dikeruk. ”Semua daerah dengan saluran air yang tertutup bangunan berpotensi terkena luapan saluran air. Inilah yang ingin kami cegah,” kata Herning. Di Jakarta Timur, Suku Dinas Kebersihan setempat juga mengeruk timbunan sampah yang memenuhi ruas Kali Cipinang di dekat jembatan Jalan Basuki Rahmat. Setidaknya delapan truk dikerahkan untuk mengangkut sampah di ruas sungai tersebut. Namun, pengerukan sampah belum menyentuh Kali Cipinang yang berada di tengah permukiman padat penduduk, seperti di kawasan Cipinang Besar Utara. Bahkan, menurut warga, tak pernah ada upaya pemerintah mengeruk sampah di ruas kali itu. ”Sampah yang menumpuk di kali itu adalah sampah yang datang mengalir. Warga di sini tidak pernah membuang sampah di kali karena merasakan dampaknya sangat buruk, salah satunya banyak nyamuk,” kata Mamat (42), salah seorang warga. Sementara itu, beberapa situ di Kota Depok yang berfungsi sebagai pengendali banjir mengalami kerusakan, salah satunya adalah Situ Rawa Besar di Kampung Lio, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas. Situ itu mengalami pendangkalan 1 meter hingga 2 meter akibat penumpukan sedimen. Turap situ seluas sekitar 8 hektar mengalami kerusakan dan berlubang. Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail, di Balaikota Depok, menyatakan, Kementerian Pekerjaan Umum seharusnya mampu mengoptimalkan pengerukan sekitar 26 situ yang berada di Kota Depok. Langkah itu diyakini bisa mencegah banjir di Provinsi DKI Jakarta. ”Sebanyak 26 situ itu seluas 150 hektar. Kedalamannya rata-rata mencapai 2 meter dan mampu menampung sekitar 3 juta meter kubik. Jika kedalaman 26 situ itu ditambah 3 meter, dapat menampung di atas 4 juta meter kubik,” kata Nur Mahmudi. Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok Herry Gumelar mengatakan, aliran situ itu menembus hingga ke Sungai Ciliwung di Jakarta. ”Jika situ itu meluap, akan mempercepat kiriman air ke Ciliwung dan Jakarta berisiko terkena banjir,” ujar Herry. (FRO/HRS/FLO/MDN) Post Date : 27 November 2013 |