2013, Sampah Dilarang Dibuang Langsung

Sumber:Kompas - 01 Maret 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Bantul, Kompas - Untuk mengurangi produksi sampah yang mempercepat penuhnya volume tempat pembuangan akhir, masyarakat harus mulai mengolah sampah sendiri secara sederhana. Untuk mendorong pengolahan sampah, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang melarang pembuangan sampah secara langsung pada 2013.

Ajakan dan peringatan itu mengemuka dalam Grebeg Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Minggu (28/2). Hadir dalam acara itu, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto, Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul Gendut Sudarto, dan Tribangun L Sony dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Tribangun mengatakan, tahun 2013, sampah yang dibuang dari rumah tangga harus diolah terlebih dahulu. "Yang dibuang tinggal sampah- sampah tidak terolah. Masyarakat diimbau mulai meninggalkan plastik karena sulit diurai. Umurnya di tanah bahkan bisa sampai 500 tahun," katanya.

Herry menargetkan, tahun 2015 setidaknya separuh rumah tangga di Yogyakarta sudah mengolah sampah sendiri. Di TPA Piyungan, Yogyakarta menjadi kontributor sampah terbesar, sekitar 300 ton per hari. Total sampah yang masuk Piyungan sekitar 500 ton per hari.

Grebeg Sampah juga diramaikan peragaan busana ala sampah, pertunjukan seni oleh Jemek Supardi, dan ruwatan bola sampah. "Acara ini kami gelar untuk mengingatkan kembali masyarakat akan keberadaan sampah. Apalagi sekarang musim hujan, sampah bisa menyebabkan banjir," kata ketua panitia, Agus Hartono.

Dari sumbernya


Secara terpisah, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mendorong pemerintah kabupaten/kota mengolah sampah dari sumbernya untuk mengurangi volume sampah. Dengan pengolahan dan daur ulang, diharapkan dapat mengurangi beban TPA Piyungan. Apalagi sampai sekarang belum ada lokasi pengganti TPA Piyungan.

"Harus diolah dari sumbernya. Seperti di Bantul, ada beberapa pasar yang bikin kompos langsung. Di Sleman, di Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah, Gamping, memiliki instalasi pengolah sampah menjadi biogas untuk menghidupkan lampu di pasar buah itu. Dengan cara seperti ini, kita bisa mengurangi beban di TPA Piyungan. Karena yang paling besar, kan, memang sampah di pasar-pasar," ungkapnya.

Dengan cara itu, sampah-sampah tidak lagi dikirim ke TPA Piyungan. Pemprov hingga kini belum menyiapkan lokasi pengganti TPA Piyungan. Mencari lokasi pengganti, ujar Sultan, tidak akan menyelesaikan persoalan, namun justru melahirkan persoalan baru.

"Pindah lokasi bukan solusi. Kalau penuh, nanti pindah lagi, menghabiskan tempat. Masyarakat juga tidak mau di dekatnya ada TPA. Kalau dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan bisa mengolah sampah yang ada di Piyungan, itu lebih baik," paparnya. (ENY/RWN)



Post Date : 01 Maret 2010