|
BANDUNG, (PR).Ratusan kepala keluarga (KK) di empat rukun warga (RW) yakni RW 6, 7, 8, dan 9 Desa Cihideung Kec. Parongpong Kab. Bandung, resah menyusul matinya dua sumber mata air, yaitu sumber mata air Guha Lalae dan Binong. Matinya dua sumber mata air tersebut, menurut sejumlah warga, terjadi setelah projek pembangunan perumahan dan wisata Century Hills, mulai dikerjakan dua tahun belakangan ini. "Lokasi sumber mata air itu kan persis di bawah projek Century Hills, sehingga dengan penggundulan lahan untuk projek, sumber mata airnya jadi mati," kata H. Asep Sutarma, tokoh masyarakat setempat saat ditemui di rumahnya, Sabtu (11/6). Menurut Asep, sebelum ada projek perumahan dan wisata itu, dua mata air tersebut merupakan sumber air yang sangat melimpah. Mata air itu biasa dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Disebutkan, sejak dua tahun ini, warga memang mendapat penggantian pasokan air ke rumah-rumah. Namun, debit pasokan air yang kemudian ditampung di bak penampungan di Desa Cigugur itu sangat kecil. Selain itu, air untuk warga itu bercampur lumpur karena berasal dari rembesan air selokan dari Sungai Cibeureum. "Kalau untuk kebutuhan mandi dan cuci kami memang memanfaatkan sumber air pengganti itu. Tapi, untuk minum, kami tidak berani memakainya karena berlumpur. Dua hari saja lumpur tidak disedot dari dasar bak penampungan, tingginya sudah bisa sampai 10 cm," kata Asep. Warga sudah berkali-kali menyampaikan kepada kepala desa setempat agar dipertemukan dengan pengembang menyangkut penggantian sumber mata air yang mati. Namun, uapaya warga tidak pernah berhasil karena pengembang selalu sulit ditemui. Merasa ditipu Kendati selama dua tahun belakangan ini warga cukup kesal dengan persoalan air, namun mereka tetap sabar dengan harapan pihak pengembang bersedia mematuhi perjanjian yang sudah ditandatangani oleh Indra Muliadi Sugiharto. Dalam perjanjian yang ditandatangani 17 Oktober 2000 itu, pihak pengembang, melalui Indra, bersedia menjaga kelestarian mata air itu. Selain itu, pengembang bersedia memberdayakan tenaga kerja warga sekitar selama projek pembangunan sebagai petugas sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan upah kerja. "Kenyataannya, warga hanya dipekerjakan untuk tenaga kasar seperti buruh dan kuli. Kami juga merasa ditipu pengembang, karena awalnya izin kepada warga dikatakan hanya untuk membangun tiga rumah pribadi Indra Muliadi Sugiharto," kata Asep. Ketika pengembang Century Hills hendak dikonfirmasi, "PR" hanya ditemui komandan satpam Ujang Ahmad. Menurut Ujang Ahmad yang juga Ketua RT 02/RW 06, sebenarnya persoalan antara warga dengan pengembang sudah tertangani, termasuk soal penggantian sumber air. "Sebenarnya tidak ada masalah apa-apa antara warga dengan pengembang, karena persoalan warga dengan pengembang sudah ditangani," ujar Ujang. Sementara itu Wakil Ketua Tim Kecil Pembahasan Kawasan Bandung Utara (KBU) DPRD Jabar, Syaiful Huda menyatakan, semua pihak termasuk 115 pengembang yang mengantongi izin untuk mengembangkan KBU harus menghormati aturan hukum yang ada dengan menghentikan semua kegiatannya. "Berdasarkan SK Gubernur No 181.1/SK.1624-Bapp tahun 1982 KBU sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi." Syaiful Huda juga meminta pemerintah baik Provinsi Jabar, Pemkot Bandung dan Cimahi maupun Pemkab Bandung untuk lebih tegas dan berani menegakkan hukum. "Ketegasan dan keberanian sikap politik yang diambil pemerintah berimplikasi kepada kewibawaan pemerintah di mata warganya," katanya. (A-92) Post Date : 13 Juni 2005 |