Pengusaha untung warga buntung

Sumber:merdeka.com - 10 Juni 2013
Kategori:Air Minum

Puluhan penggiat pertengahan bulan ini mengeluarkan petisi memprotes besarnya biaya mendapatkan air bersih di Jakarta. Apalagi tidak ada peningkatan layanan. Masyarakat miskin tetap sulit mendapatkan pasokan air layak pakai.

Ditambah lagi tarif air bersih di Jakarta rata-rata Rp 7 ribu per meter kubik. Jauh lebih mahal ketimbang daerah lain hanya Rp 2 ribu sampai Rp 2.600.

Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menegaskan warga ibu kota masih sulit menjangkau air bersih. Padahal, dua perusahaan swasta ditunjuk mengelola air bersih di Jakarta mengklaim jangkauan layanan mereka sudah 62 persen. 

Sesuai target pembangunan milenium kedua, layanan air bersih dua tahun lagi diharapkan bisa menyentuh 80 persen warga Jakarta. 

Gubernur Jakarta Joko Widodo pun mulai mencium masalah ini. Beberapa kali dia berjanji untuk menambah pasokan air bersih bagi warga Jakarta. Saat ini pasokan air dari Waduk Jatiluhur lewat Kanal Barat baru 18 ribu liter per detik. 
"Di Jakarta akan tambah lima ribu lagi. Insya Allah pertengahan tahun kita laksanakan," katanya kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta. 

Koordinator Advokasi Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Air (KruHa) Muhammad Reza menilai kebijakan tata kelola air dikeluarkan oleh pemerintah bertentangan dengan hukum dan tidak sesuai amandemen UUD 1945 dalam pasal 33. Swastanisasi pengelolaan air di Jakarta bukannya memperbaiki malah menambah persoalan menjadi benang kusut.

Idealnya, kata Reza, pengelolaan harus dikembalikan kepada PAM Jaya. Karena Air pada dasarnya mengandung dua hukum, yakni konstitusi dan hak asasi manusia. "Itu jelas sudah ditafsirkan MK (Mahkamah Konstitusi). Air adalah barang publik memiliki fungsi sosial dam ekonomi. Jadi tanggung jawabnya oleh negara," kata Reza saat berbincang dengan merdeka.com di kantornya, kawasan Matraman, Jakarta Timur. "Kalau tidak dikuasai negara akan terjadi konflik dan liberalisasi."

Sesuai siaran pers dari PAM Jaya, menurut catatan KruHa, perusahaan milik Pemerintah DKI ini rugi hingga Rp 1,3 triliun. Sedangkan Palyja dan Aetra selaku pengelola untung ratusan miliar per tahun.

Selain itu, kerja sama dengan pihak swasta didesain agar tarif lebih tinggi dari harga normal. Meski sejak 2007 tarif air di Jakarta diturunkan, namun pihak swasta selaku pengelola meminta kenaikan imbalan. "Sisi lainnya adalah manajemen risiko dibebankan kepada PAM Jaya bukan bersama dan itu dibebankan ke pelanggan. Jika tidak terbayar akan dibebankan kepada pemerintah pusat," ujar Reza.



Post Date : 11 Juni 2013