|
Pemkab Cianjur, Jabar, membidik investor untuk pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Pasirsembung karena pemerintah daerah belum mampu menjadikan sampah bernilai ekonomis.
Wakil Bupati Cianjur, Suranto, di Cianjur, Selasa, mengatakan, setelah meninjau TPAS Pasirsembung, yang dinilai kondisinya sudah mengkhawatirkan karena daya tampung sudah berkurang.
"Jika sampah terus ditumpuk akan mengeluarkan gas metan yang mudah terbakar dan meledak. Kami tidak ingin terjadi peristiwa seperti di Leuwigajah, Cimahi. TPA di sana meledak dan ambrol. Makanya kami ingin mengantisipasi hal itu dan koordinasi dengan Dinas Kebersihan dan Pertaman (DKP) Cianjur harus ada penataan," katanya.
Dia menjelaskan, jika penataan dan pengolahan sampah dengan jangka panjang, tentunya sampah akan ada nilai ekonomisnya. Namun untuk melakukan hal tersebut tidak mudah karena perlu modal dan keahlian khusus. Sehingga Pemkab Cianjur akan mendatangkan dan bekerjasama dengan investor untuk mengolahan sampah tersebut.
"Modal dan tenaga ahli di kita tidak ada, untuk itu kami tidak bisa mengolah itu semua. Makanya kami akan buat MoU dengan investor dan kami sudah lobi sejumlah peminat tapi belum final," katanya.
Sedangkan untuk memenuhi dan merelisasi hal tersebut, tutur dia, DKP Cianjur harus menyediakan minimal 100 ton sampah perhari yang bernilai ekonomis. Sedangkan saat ini, TPAS Pasirsembung baru menampung sekitar 60 ton sampah perhari yang bisa diolah.
"Tapi kalau sudah ditambah armanda sampai Sukanagara, Mande dan Cikalong, saya kira bisa terpenuhi. Tapi sekarang baru ada 23 armada untuk operasional pengangkutan sampah setiap hari," katanya.
Sementara itu, Kepala DKP Cianjur, Rika Ida Mustikawati, mengatakan, untuk pengelohan sampah harus segera dilakukan secara teknologi dan peran investor yang diutamakan. Sebab investor merupakan pemodal dan tahu apa yang harus dilakukan.
"Saat ini, kami sedang berusaha mencari invetor untuk mengolah sampah karena bagaimana juga kalau mengandalkan SDM dan anggaran dari kami itu tidak akan memunuhi. Dan wakil bupati menyarankan harus ada ahli teknologi dan kerjasama dengan ivestor karena ada peluang untuk dibisniskan yang belum bisa dilakukan pemkab," katanya.
Dia menjelaskan, telah merintis selama dua tahu untuk pengolahan sampah dengan teknologi dan sudah ada empat investor yang ingin mengolah sampah di TPAS Pasirsembung, namun belum ada yang serius.
"Sekarang dengan kondisi TPAS yang sudah memperihatikan ini, kami berharap cepat ada ahli teknologi dan investor yang berminat," katanya.
Pihaknya mengakui untuk memenuhi kebutuhan dan mendatangkan investor masih kekurangan sampah yang bernilai ekonomis seperti untuk dijadikan pupuk organik, hitungan sampah satu kilogram itu 61 persennya non organik. Namun pihaknya belum bisa memilah sampah mana saja yang non organik yang akan dijadikan pupuk dan bahan baku gas metan kerena belum ada pengujian.
"Tapi suplay bahan dari satu kilo itu harus sekitar 610 gram dan itu harus organik. Kalau kita bicara kebutuhan tadi dialih teknologikan, minimal 50 sampai 100 ton, berarti 100 ton itu yang harus tersedia konstan setiap hari," katanya.
Dia menambahkan, jika saat ini berbading lurus dengan 23 truk yang dimilik DKP, satu truk dapat mengangkut 434 kubik sampah campur. Sehingga untuk menyediakan 100 ton sampah bernilai ekonomis, minimal harus ada 48 truk sampah.
Post Date : 05 November 2014 |