BLITAR - Kekeringan mulai mengancam warga yang tinggal di wilayah Blitar selatan. Untuk memperoleh air selain harus menandon air, juga berjalan menapaki gunung tandus kiloan meter.
Setidaknya itu dialami warga di sejumlah kecamatan yang selama ini menjadi langganan kesulitan air. Di antaranya Bakung, Wonotirto, Kademangan serta sebagian Panggungrejo. Yang paling merasakan dampak keringnya sumur yakni para peternak ayam. "Kalau musim kering sudah tiba seperti saat ini, banyak-banyak menandon air. Jangan sampai telat. Ini bisa mengancam kelangsungan ayam," kata Wihadi, warga Kademangan.
Selain peternak, yang paling merasakan dampak mampetnya sumur yakni warga yang tinggal di dataran tinggi. Seperti daerah Wonotirto dan sekitarnya. Untuk memperoleh air, sumber mata air yang jaraknya mencapai setengah kilometer. Sementara yang berduit, memilih untuk merogoh kocek membeli air dari tangki PDAM. Saat ini, rata-rata satu tangki air harganya dipatok Rp 12.500. Tangki yang berisi 5 ribu liter air tersebut didistribusikan ke lokasi yang kesulitan mendapatkan air. Harga Rp 12.500 per tangki menurut sebagian warga cenderung naik. Beberapa waktu lalu, harganya masih sekitar Rp 11 ribu. "Untuk satu tangki air digunakan dua hari. Kebutuhan sehari-hari lah," kata salah satu sopir truk tangki.
Sumber mata air milik PDAM yang terletak di Desa Suruhwadang, Kecamatan Kademangan, menjadi penyuplai air bersih. Di mata air ini debit airnya lebih dari lima liter per detik. Setiap hari, antrean truk tangki antre untuk mengambil.
Berdasar data Kantor Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabuapaten Blitar menyebutkan, setiap setidaknya 18 ribu kepala keluarga terancam kesulitan air. Pemicunya, sumur yang selama ini diandalkan mulai mengering. Satu-satunya solusi, yakni meminta bantuan PDAM untuk mendroping air bersih. (ziz/cam)
Post Date : 08 September 2009
|