MENDENGAR kata hujan, yang terbayang di
benak kita biasanya adalah banjir. Hal ini kerap terjadi karena biasanya saat
hujan turun sebagian besar air akan meluap dan menimbulkan genangan ataupun
banjir. Tentunya masih lekat di ingatan, bagaimana ibukota negara kita, DKI
Jakarta, beberapa bulan yang lalu tak berdaya menahan luapan banjir.
Sebaliknya, ketika
musim kemarau, sumber air banyak yang mengalami kekeringan karena cadangan air
tanah permukaan yang ada habis disedot untuk keperluan rumah tangga dan
industri. Inilah permasalahan terkait sektor air khususnya di perkotaan yang
harus diperhatikan. Salah satu solusi konkret untuk masalah tersebut adalah
dengan memperbaiki sistem drainase perkotaan.
Drainase
didefinisikan sebagai pembuangan air permukaan, baik secara gravitasi maupun
dengan pompa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya genangan, menjaga dan
menurunkan permukaan air sehingga genangan air dapat dihindarkan.
Drainase perkotaan
berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga tidak merugikan
masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Kelebihan air
tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah
industri. Oleh karena itu drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi,
sampah, pengendali banjir kota dan lainnya.
Sebagaimana
tergambar pada bagan fasilitas penahan air hujan di atas, menurut Dr. Ir.
Suripin M.Eng dari Universitas Diponegoro, berdasarkan fungsinya, terdapat dua
pola yang dipakai untuk menahan air hujan, yaitu:
•
Pola detensi (menampung air sementara), yaitu menampung dan menahan air
limpasan permukaan sementara untuk kemudian mengalirkannya ke badan air
misalnya dengan membuat kolam penampungan sementara untuk menjaga keseimbangan
tata air.• Pola retensi (meresapkan), yaitu menampung dan
menahan air limpasan permukaan sementara sembari memberikan kesempatan air
tersebut untuk dapat meresap ke dalam tanah secara alami antara lain dengan
membuat bidang resapan (lahan resapan) untuk menunjang kegiatan konservasi air.
Pengembangan
permukiman di perkotaan yang demikian pesatnya justru makin mengurangi daerah
resapan air hujan karena luas daerah yang ditutupi oleh perkerasan semakin
meningkat dan waktu berkumpulnya air (time of concentration) pun menjadi jauh
lebih pendek sehingga pada akhirnya akumulasi air hujan yang terkumpul
melampaui kapasitas drainase yang ada.
Banyak kawasan
rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran
sungai kini menjadi tempat hunian. Kondisi ini akhirnya akan meningkatkan
volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal ini dapat
dilihat dari air yang meluap dari saluran drainase, baik di perkotaan maupun di
permukiman, yang menimbulkan genangan air atau bahkan banjir. Hal itu terjadi
karena selama ini drainase difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang berupa
limpasan (run-off) secepat-cepatnya ke penerima air/badan air terdekat.
Untuk mengatasi
permasalahan infrastruktur tersebut diperlukan sistem drainase yang berwawasan
lingkungan dengan prinsip dasar mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga
dapat dialirkan secara terkendali dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk
meresap ke dalam tanah. Hal ini dimaksudkan agar konservasi air tanah dapat
berlangsung dengan baik dan dimensi struktur bangunan sarana drainase dapat
lebih efisien.
* Pengelolaan Terpadu
Pengelolaan
drainase secara terpadu berwawasan lingkungan -- menurut Dr. Ing. Ir. Agus
Maryono dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta -- merupakan rangkaian usaha
dari sumber (hulu) sampai muara (hilir) untuk membuang/mengalirkan hujan
kelebihan melalui saluran drainase dan atau sungai ke badan air (pantai/laut,
danau, situ, waduk, dan bozem) dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak
menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di dataran banjir yang
dilalui oleh saluran dan atau sungai tersebut (akibat kenaikan debit puncak dan
pemendekan waktu mencapai debit puncak). Berbeda dengan prinsip lama, yaitu mengalirkan
limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, drainase berwawasan
lingkungan bekerja dengan berupaya memperlambat aliran limpasan air hujan.
Prinsipnya, air
hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui
bangunan resapan, baik buatan maupun alamiah seperti kolam tandon, sumur-sumur
resapan, biopori, dan lain-lain. Hal ini dilakukan mengingat semakin minimnya
persediaan air tanah dan tingginya tingkat pengambilan air.
Pengembangan
prasarana dan sarana drainase berwawasan lingkungan ditujukan untuk mengelola
limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan
sesuai dengan kaidah konservasi dan keseimbangan lingkungan. Konsep inilah yang
ingin mengubah paradigma lama dalam pembangunan drainase khususnya di perkotaan.
Pelestarian
prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat bergantung
pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan
memelihara prasarana dan sarana yang ada. Secara umum aspek yang perlu
diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana serta
penyuluhan dan pedoman pemeliharaan yang mengedepankan partisipasi masyarakat.
Masyakarat dapat
berperan dan berpartisipasi dalam setiap tahapan perencanaan, pembangunan,
operasional dan pemeliharaan sistem jaringan drainase melalui beberapa tahap,
antara lain:
1.
Tahap Survei dan Investigasi : masyarakat dapat memberikan informasi calon
lokasi yang akan dibangun dan kondisi setempat seperti kelayakan dari segi
teknis dan ekonomi.
2.
Tahap Perencanaan : masyarakat dapat ikut serta dalam persetujuan, kesepakatan
dan penggunaan dari perencanaan yang telah dibuat.
3.
Tahap Pembebasan Lahan : masyarakat memberi kemudahan dan memperlancar proses
pembebasan lahan apabila lahan masyarakat terkena dampak pembangunan.
4.
Tahap Pembangunan : masyarakat dapat ikut serta dalam pengawasan dan terlibat
dalam pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.
5.
Tahap Operasi dan Pemeliharaan : masyarakat ikut serta aktif dalam pemeliharan
dan pengoperasian, melaporkan jika ada kerusakan.
6.
Tahap Monitoring dan Evaluasi : masyarakat dapat memberikan data yang benar dan
nyata sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan terkait segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan proyek serta dampak yang ditimbulkannya.
Cara paling efektif
agar drainase berwawasan lingkungan ini dapat berkelanjutan adalah peran serta
masyarakat untuk ikut aktif di dalam penerapan pelestarian air tanah karena
jika persediaan air tanah habis, merekalah yang paling merasakan akibatnya.
Masyarakat dapat berperan aktif untuk ikut menabung air melalui kolam tandon
penampung air hujan, berupa reservoir bawah tanah maupun dengan tangki
penampung yang berfungsi menampung dan mengalirkan air hujan yang jatuh dari
permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah.
* Sumur Resapan,
Solusi Termurah
Sumur resapan
adalah salah satu solusi murah dan cepat untuk masalah banjir. Umumnya sumur
resapan berbentuk bundar dengan diameter minimal 1 meter. Lubang galian sebelah
atas sampai lapisan tanah relatif keras dan bersemen agar dilindungi dengan
bidang penahanan longsoran dinding sumur (bisa dari bambu, pasangan bata, base
beton atau drum).
Kedalaman sumur
resapan relatif tergantung kondisi formasi batuan dan muka air tanah. Untuk
daerah yang muka air tanahnya dalam, kedalaman sumur resapan dapat dibuat
hingga mencapai 5 meter. Idealnya dalam perencanaan drainase di suatu wilayah
perlu direncanakan adanya sumur resapan sehingga dimensi saluran drainase dapat
lebih diminimalkan.
Untuk hasil yang
lebih maksimal, penggunaan sumur resapan dapat divariasikan dengan bangunan
drainase lainnya seperti kolam resapan. Upaya ini akan berdampak besar bila
semua masyarakat sadar dan mau menerapkannya.
Peran sumur resapan
tentu tidak akan berarti bila hanya beberapa rumah yang menerapkannya.
Bayangkan, bila
setiap rumah memiliki sumur resapan yang masing-masing mampu meresapkan air
hujan sejumlah satu meter kubik dan satu kawasan terdapat sepuluh ribu rumah
maka akan didapatkan sepuluh ribu meter kubik air yang dapat meresap ke tanah.
Kawasan tersebut dapat mengurangi limpasan permukaan yang akan membebani
saluran drainase di hilir dan mampu mengurangi masalah kekeringan pada musim
kemarau karena pada musim penghujan, mereka telah menabung air.
Post Date : 21 Agustus 2013
|