|
Pertumbuhan yang pesat jumlah penduduk dunia, akan berdampak sangat fatal terhadap ketersediaan air bersih sebagai akibat dari perubahan iklim yang berkesinambungan, tingkat polusi yang parah dan penggunaan air secara berlebihan. Hal ini diingatkan oleh sekitar 500 orang pakar air dari seluruh dunia. Dengan adanya ledakan penduduk, sistem distribusi air akan mengalami titik kulminasi dimana bisa memicu “berbagai perubahan besar yang bisa memicu konsekuensi bencana”. Para ahli mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak sesegera mungkin memulai pemeliharaan sumber-sumber air bersih maka hal ini akan terjadi semakin cepat. Para ahli juga mengingatkan, adalah salah jika melihat air bersih sebagai sebuah sumber energi terbarukan yang tidak habis-habis, dalam banyak kasus, banyak sekali orang memompa langsung air bersih dari kedalaman tanah dalam skala besar dan hal ini tidak akan segera tergantkan dalam beberapa generasi kehidupan. Dalam ulasan yang ditulis oleh Fiona Harvey dari harian The Guardian, ulasan ini ditulis secara gamblang. “Ini adalah luka yang dipicu oleh diri sendiri,” ungkap Charles Vorosmarty, seorang profesor dari Cooperative Remote Sensing Science and Technology Centre. “Kami telah menemukan titik kritis dalam sistem pengairan ini. Saat ini, sekitar satu miliar orang bergantung pada air tanah yang bukan merupakan energi yang bisa diperbarui.” Sebagian besar populasi -sekitar 4,5 miliar orang secara global- kini hidup di dalam jarak sekitar 50 kilometer dari sumber air yang sudah rusak, akibat dari polusi atau semakin mengering. Jika hal ini terus berlanjut, jutaan orang akan kehilangan sumber air bersih mereka. Ancaman ini bersifat global. Perubahan iklim akan semakin meningkatkan frekuensi dan level kekeringan, banjir, gelombang panas dan badai. Sementara, pelepasan limbah pupuk berisi nitrogen telah menciptakan sekitar 200 zona mati di lautan dan dekat dengan mulut sungai, dan mengakibatkan kematian ikan-ikan. Murahnya teknologi untuk memompa air dari tanah dan sungai, serta lemahnya larangan dalam penggunaannya, telah memicu penggunaan air secara berlebihan dalam irigasi dan berbagai hal lainnya. Dan sialnya, sebagian besar air tersebut terbuang percuma akibat lemahnya teknologi yang digunakan, sementara di sisi lain, ledakan jumlah penduduk tentu saja membuat permintaan akan air bersih semakin besar. Di beberapa wilayah, air laut yang mulai merembes ke daratan membuat para petani terpaksa pindah ke lokasi lainnya akibat air yang ada tidak lagi bisa digunakan. Menurut para ahli, wilayah-wilayah yang akan mengalami krisis air bersih dalam waktu dekat adalah negara-negara miskin, yang memiliki ketahanan air sangat lemah. Krisis air juga akan menimpa negara-negara yang kondisi politiknya tidak stabil, rawan konflik dan kompetisi untuk memperebutkan sumber air bersih akan meningkatkan masalah ini. Namun bukan berarti negara maju aman dari masalah ini. Seperti misalnya di Amerika Serikat, dimana 210 juta penduduknya tinggal kurang lebih sekitar 16 kilometer dari sumber air yang sudah rusak, dan jumlah itu akan semakin meningkat sebagai akibat dari dampak perubahan iklim. Di Eropa, beberapa sumber air bersih mulai mengering akibat penggunaan secara berlebihan untuk irigasi. Polutan, atau bahan-bahan penyebab polusi juga menyebabkan maslah berat di negara-negara kaya. “Tak ada warga dunia yang akan lepas dari hal ini,” ungkap Janos Bogardy, Direktur Universitas PBB untuk Lingkungan dan Keamanan Manusia. Sementara pada hari Rabu pekan lalu, Sekjen PBB, Ban Ki Moon juga menyatakan hal serupa. “Kita hidup dalam dunia yang airnya terbatas dimana permintaan jauh lebih tinggi dibanding ketersediaannya dan kualitas air kini semakin sulit memenuhi standar minimum. Jika ini terus berlanjut, permintaan akan air di masa mendatang tidak akan tercukupi,” ungkapnya.
Post Date : 29 Mei 2013 |