|
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mencatat dari 53 sungai di Indonesia yang disurvei, sebanyak 76% dalam keadaan tercemar kotoran organik maupun logam. Dampaknya tak hanya pada kondisi lingkungan, namun berpengaruh pada tingginya biaya memproduksi air bersih yang berasal dari sungai.
"Pencemaran air sungai di Indonesia juga tinggi dari 53 sungai, 76% tercemar. Contohnya Sungai Ciliwung, Sungai Citarum. Ada lagi sungai di Sumatera, Bali dan Sulawesi dan kebanyakan pencemaran oleh bahan organik. Hanya 11 sungai yang tercemar memiliki kandungan alumunium di sana," kata Wakil Menteri PU Hermanto Dardak saat membuka Jambore Sanitasi 2014 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Senin (16/06/2014).
Tingginya tingkat pencemaran air sungai di Indonesia berpengaruh terhadap biaya produksi air minum. Mayoritas bahan baku air minum masyarakat Indonesia berasal dari aliran sungai.
Menurut catatan PU, biaya produksi air minum sangat tergantung pada kualitas pencemarannya. Semakin tinggi tingkat pencemaran, maka biaya produksi juga ikut tinggi bisa mencapai Rp 1.400/m3-Rp 2.000/m3. Bila kualitas air sungai bagus maka biaya produksi air minum hanya Rp 700/m3, atau lebih mahal 100%-200%.
"Semakin tercemar, cost produsinya semakin tinggi," imbuhnya.
Ia berpesan masyarakat yang tinggal di tepi sungai tidak membuang sampah dan kotoran langsung ke sungai. Perubahan tingkah laku masyarakat dalam menjaga ekosistem sungai penting untuk keberlanjutan produksi air minum ke depan.
"Padahal air sungai menjadi bahan baku air minum kita. Banyak juga anggota masyarakat kita yang kurang peduli terhadap sanitasi (sistem limbah). Perubahan perilaku memang mutlak dilakukan seperti setop buang air besar sembarangan kemudian penghematan air juga penting dilakukan," jelasnya
Post Date : 17 Juni 2014 |