Jakarta, Kompas - Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta mengintensifkan pemeriksaan sumur-sumur dalam di DKI Jakarta. Terdapat 162 pengelola gedung yang diduga menyedot air tanah dalam secara berlebihan.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta Ridwan Panjaitan, Rabu (14/10) di Jakarta Pusat, mengatakan, sebanyak 59 pengelola gedung diperingatkan karena terbukti melakukan pelanggaran batas penyedotan air bawah tanah, yaitu 100 meter kubik per hari.
Selain memberi peringatan, BPLHD juga menyegel lima sumur dalam karena tidak terdaftar dan tidak memiliki izin resmi. Selain itu, 63 sumur dicor dengan beton karena sumur yang disegel tidak diurus izinnya. Terdapat juga tiga pemilik usaha pencucian yang akan dibawa ke jalur hukum karena tetap menyedot air dalam dari sumur ilegal meskipun sudah disegel dan dicor.
Di sektor industri terdapat 26 pengelola gedung yang diperingatkan. Di sektor perdagangan 12 pengelola gedung dan di perkantoran 11 pengelola gedung.
Penyegelan dilakukan di dua hotel, dua gedung perdagangan, dan satu gedung perkantoran. Adapun sumur yang dicor berasal dari pengelola usaha pencucian baju.
”Penegakan hukum bagi pengelola bangunan yang menyedot air secara berlebihan harus dilaksanakan dengan tegas. Penyedotan tersebut mempercepat pengosongan lapisan air tanah dalam dan memicu turunnya permukaan tanah,” kata Ridwan, saat menyegel sebuah sumur ilegal di Gedung Bank Bukopin, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.
Selama ini, BPLHD sering memberi masukan kepada para pemilik gedung agar menggunakan air perpipaan yang disediakan mitra PAM Jaya. Namun, masih banyak pengelola gedung yang menggunakan sumur dalam ilegal karena gratis.
Penyegelan
Sementara itu, tim BPLHD menyegel sumur di Gedung Bank Bukopin, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan. Penyegelan dilakukan karena tim BPLHD menemukan sumur dalam tanpa izin, yang dibangun sejak 1998.
Menurut Ridwan, penggunaan air yang tercatat dari sumur resmi dan dari pipa PAM Lyonnaise Jaya—mitra PAM Jaya—secara rata-rata di gedung itu mencapai 1.500 meter kubik per bulan. Padahal, volume air limbah dari gedung itu mencapai 100 meter kubik per hari atau 3.000 meter kubik per bulan.
”Dari mana datangnya 1.500 meter kubik air lainnya? Kami perkirakan mereka menggunakan sumur tanpa izin,” katanya.
Tim BPLHD sempat kesulitan menemui pengelola gedung tersebut. Namun, setelah menunggu 30 menit akhirnya pengelola menemui tim BPLHD di ruang tertutup. Tim BPLHD meminta pengelola gedung menghentikan penggunaan air bawah tanah dalam. Namun, pengelola gedung tidak mau menyaksikan penyegelan dan menolak menandatangani berita acara penyegelan.
”Alasan penolakan mereka tidak jelas,” kata Ridwan.
Secara terpisah, Kepala Komunikasi PT PAM Lyonnaise Jaya Meyritha Maryanie mengatakan, pihaknya sanggup memenuhi kebutuhan air bersih dari semua gedung di jalan-jalan protokol. Pengelola gedung tidak perlu menyedot air tanah secara berlebihan, apalagi tarif air tanah dalam saat ini lebih mahal daripada air PAM. (ECA)
Post Date : 15 Oktober 2009
|