|
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta diketahui menghentikan kontrak kerja sama pengangkutan sampah Ibu Kota, Januari 2014. Kebijakan itu dinilai buruk karena Pemerintah baru berhasil meremajakan 107 truk dari total 700 unit. Akibatnya, dalam empat hari Ibu Kota penuh sampah. Wakil ketua DPRD DKI Jakarta, Prya Ramadhani, mengatakan, kinerja Dinas Kebersihan DKI belum maksimal. Pemerintah DKI harus menerapkan sanksi tegas dengan mem-blacklist pihak swasta yang yang terbukti lamban mengangkut sampah. “Pemprov DKI harusnya meningkatkan perannya sebagai regulator dalam pengangkutan sampah. Kalau pengangkutan sampah belum maksimal, pihak swasta harus dikenakan sanksi tegas. Jakarta bisa jadi lautan sampah,” kata Prya, Senin (10/2). Prya mengakui, pemutusan kontrak operator pengangkutan sampah mengakibatkan masalah sampah yang lebih besar. Karena, tanpa peran swasta, Pemprov DKI tidak akan mampu menangani semua sampah Ibu Kota. “Kalau pemutusan kontrak terlalu ekstrim, sebaiknya blacklist saja. Intinya, jangan sampai menggunung. Sedikit saja terganggu, Jakarta bisa jadi lautan sampah," ujarnya. Dia mengungkapkan, Jakarta pernah menjadi lautan sampah ketika Bantargebang ditutup. Dalam empat hari, Jakarta dipenuhi sampah yang berserakan di segala penjuru. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, kontrak kerja sama pengangkutan dengan pihak swasta sudah dihentikan per Januari 2014. “Kontraknya kan bukan multiyears. Kita mau kelola sendiri. Beli truk sampah sendiri,” kata Ahok. Meski Dinas Kebersihan baru meremajakan 107 kendaraan operasional. Pemprov DKI tetap akan memaksakan pengangkutan sampah dengan sistem swakelola. Pihaknya akan memakai kendaraan operasional yang ada. Pemprov DKI akan membeli kendaraan angkutan sampah yang baru untuk meremajakan 600 unit yang sudah uzur dimakan usia. Ahok mengakui, dengan keberadaan 107 kendaraan operasional angkutan sampah tidak akan mampu memenuhi kuota yang ditetapkan untuk mengangkut sampah warga Jakarta sebanyak 6.500 ton per hati. Tidak Efisien Pengelola jasa kebersihan, Amir Sagala, mengatakan, kerja sama Pemerintah dengan swasta dimulai tahun 1988 sejak Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto. Saat itu, Wiyogo menerapkan konsep swasta yang diterapkan di Tokyo. ”Keunggulan kerja sama swasta adalah efisiensi SDM dan uang. Birokrasi di Dinas Kebersihan tidak terlalu banyak. Dahulu kan dari sopir sampai tukang sapu PNS, semua sampai pensiun dibayar terus. Ini sangat tidak efisien,” katanya. Dinas Kebersihan mengeluarkan anggaran besar untuk pengadaan truk, onderdil, dan perawatannya. Sementara, dengan kerja sama swasta, Pemprov hanya membayar tonase yang diangkut. “Dengan dikembalikannya operator kepada Dinas Kebersihan, maka ini kemunduran. Semestinya Pemprov DKI itu mencari regulator dan mengawasi,” ujarnya. - See more at: http://www.jurnas.com/news/123573/Upsshellip_Jakarta_Bakal_Jadi_Lautan_Sampah/1/Nusantara/Ibu_Kota#sthash.XjRydDC0.dpuf Post Date : 11 Februari 2014 |