|
UNGARAN - Memasuki musim kemarau ini 14 kecamatan di Kabupaten Semarang terancam kekeringan. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tahun kemarin yang hanya 12 kecamatan. Menurut Kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Drs Puji Hutomo, ada kecenderungan penambahan luasan daerah kekeringan dari tahun ke tahun. ''Banyaknya bangunan baru menyebabkan lahan yang semestinya berfungsi sebagai resapan air menjadi berkurang sehingga sumber-sumber air yang mengalami defisit menjadi salah satu penyebab kelangkaan air,'' kata dia via telepon selulernya, kemarin. Dia mengatakan, ke-14 kecamatan yang kesulitan air tersebut adalah Bergas, Pringapus, Bawen, Pabelan, Bringin, Suruh, Susukan, Kaliwungu, Tengaran, Getasan, Tuntang, Jambu, Sumowono, dan Bancak. Sementara itu empat kecamatan lain, yaitu Ungaran Timur, Ungaran Barat, Ambarawa, dan Banyubiru, relatif tidak kekurangan air. ''Di empat kecamatan itu memang ada beberapa yang mengajukan bantuan air bersih, tapi tidak begitu rawan,'' ujarnya. Kesulitan sumber air, lanjutnya, sudah diantisipasi dengan dana APBD II dan APBD I. Bantuan armada juga disiapkan Pemkab Semarang, PDAM, dan Yayasan Gotong Royong Ambarawa. Berdasarkan pantauan di Desa Muncar, Kecamatan Susukan, sejumlah warga mulai kesulitan mencari air. Air yang ada hanya untuk keperluan makan dan minum, sedangkan untuk mandi dan mencuci, warga mengandalkan air dari Kali Ngelo dan Serut yang sekarang juga mulai mengering. Beli Air Sulastri (35), warga Dukuh Sari, setiap hari berkeliling dukuh untuk mencari sumur yang masih ada airnya. Meski hanya dua jerigen, bila semua terisi bisa memenuhi kebutuhan air, terutama untuk makan dan minum selama dua hari. ''Sekarang terpaksa mandinya hanya kalau mau tidur atau mau pergi. Itu pun harus ke Kali Ngelo,'' tutur dia, akhir pekan lalu. Supiati (40), warga lainnya, juga mengeluh. Air bagi dirinya menjadi sesuatu hal yang mahal. Setiap hari dia harus menyisihkan Rp 15.000 - Rp 20.000 untuk beli air. Itu pun hanya khusus untuk keperluan masak dan minum, sedangkan untuk mencuci pakaian terpaksa dia pergi ke sungai. ''Sekarang tidak ada lagi pikiran untuk mandi, yang penting pakaian sudah tercuci,'' tuturnya. Ny Karni (60) mengatakan, meski memiliki sumur, airnya sudah tidak bisa digunakan secara optimal. Dia hanya memperbolehkan tetangganya mengambil air maksimal empat ember. ''Harus hemat. Kalau untuk masak, silakan mengambil, tapi kalau untuk mandi, warga mengambil air di sungai,'' tutur dia. Sebenarnya warga sangat berharap air PDAM bisa masuk ke dukuh mereka. Namun sudah dua tahun ini pipa milik PDAM tidak pernah tersambung ke daerahnya. Selain Dukuh Sari, kekeringan juga dirasakan warga Dukuh Parean dan Nglaru, Desa Muncar. (H14,dky -37n) Post Date : 10 Juli 2006 |