|
MAKASSAR, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan menargetkan 7.494 jiwa (2.133 keluarga) di 14 desa/kelurahan tidak lagi melakukan praktik buang air besar sembarangan pada akhir tahun 2012. Menurut data Bappeda Jeneponto (2012), masih banyak penduduk Jeneponto yang melakukan buang air besar sembarangan (BABS). "Memang harus kami akui, Kabupaten Jeneponto masih masuk dalam daerah tertinggal. Artinya, banyak infrastruktur dan fasilitas yang belum tersedia di sana," ujar Bupati Jeneponto, Drs. H. Radjamilo, MP, saat acara Workshop Media dan Kunjungan Media Mewujudkan Stop BABS 2015, yang diselenggarakan oleh IUWASH-USAID, Rabu, (30/5/2012), di Makasaar. Radjamilo mengatakan, penyediaan air minum dan sanitasi yang layak bagi masyarakat masih menjadi salah satu isu utama dalam pelayanan publik yang perlu disikapi. Data menunjukkan, penyediaan air bersih di Kabupaten Jeneponto baru mencapai 66,13 persen sedangkan akses sanitasi baru mencapai 56,45 persen (diukur hanya berdasarkan status kepemilikan jamban). Kondisi ini, kata Radjamilo, masih jauh dari target nasional yang ingin dicapai pada tahun 2015 sebagai target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu 68,87 persen untuk air minum dan 62,41 persen untuk akses sanitasi target (kepemilikan jamban). "Dengan masuknya IUWASH-USAID, saya kira sesuatu yang sangat positif dalam membantu masalah penyediaan sanitasi dasar," katanya. Berdasarkan data tahun 2011, angka kesakitan masyarakat akibat sanitasi di Kabupaten Jeneponto cukup tinggi hal ini dapat dilihat dari beberapa penyakit seperti diare 6.711 kasus, kecacingan 1.057 kasus, disentri 1.915 kasus, kolera 2.794 kasus ISPA 608 kasus, DBD 67 persen, Malaria tropika 226 kasus. "Penyebabnya adalah PHBS (perilaku hidup bersih sehat) yang buruk dan masih banyak yang buang air besar sembarangan," Radjamilo berpandangan, untuk menyelesaikan persoalan kasus diare, maka harus ada perubahan perilaku dari masyarakat. Masyarakat harus harus membiasakan untuk tidak BABS. Sampai saat ini sudah ada 11 desa/kelurahan di Kabupaten Jeneponto yang bebas buang air besar sembarang. Untuk mengatasi hal ini, Radjamilo mengatakan, harus ada kesepakatan bersama dari berbagai stakeholders seperti Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah dan kemeterian lainnya. "Persoalan yang timbul adalah pemerintah sudah tahu bahwa Jeneponto akses air bersih dan sanitasi lemah, tapi ketika ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian, kebijakan itu disamaratakan dengan semua daerah, baik yang lemah dan sudah kuat," ujarnya. Radjamilo menyampaikan, yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana kalau kita berpikir yang lemah dulu yang diberikan perhatian lebih serius ketimbang daerah yang kemampuannya sudah lebih bagus. "Kami menyadari bahwa persoalan air bersih dan sanitasi di Kabupaten Jeneponto merupakan persoalan yang sangat urgent," urainya. Bramirus Mikail Post Date : 31 Mei 2012 |